Kamis, 11 Januari 2018

BRAND ECOLOGY: Dari 'Awareness' Hingga 'Share of Wallet’:

Hingga akhir abad ke-20 sebenarnya kebanyakan biro iklan masih menjual Awareness kepada para klien mereka. Seluruh sumberdaya Full Service Agency yang terhimpun dalam tiga ekspertis utama yaitu Account, Creative, dan Media ini, atas permintaan klien, diarahkan untuk menciptakan Awareness setinggi-tingginya bagi para produk atau Brand klien terkait. (Lihat gambar Ekologi-1).

Tapi tahun 1993 bermunculan Media Buying Agency, biro iklan yang khusus melayani perencanaan dan pembelian media. Yang mereka tawarkan pun berbeda yaitu capaian atas target-target ROI dan atau KPI. Bukan hanya itu, tapi juga tarif dan rabat 'media space/time/bandwidth' yang lebih murah di bawah label Cost Effectiveness. Tarif dan atau rabat yang mereka tawarkan kepada para pengiklan begitu menggiurkan, membuat banyak klien Full Service Agency mengalihkan pembelian media mereka kepada Media Buying Agency. (Lihat gambar Ekologi-2).

Situasi tersebut membuat banyak Full Service Agency konvensional', baik yang lokal maupun multinasional porak poranda. Ini karena umumnya sekitar 80% pendapatan usaha mereka sebelumnya memang dari pembeiian media. Sebagian dari mereka kemudian mengambil arah lain, menjadi biro iklan spesies baru yang disebut Brand Agency. Mereka menawarkan klien mereka kepiawaian menciptakan dan membangun Brand. Dan yang mereka janjikan pun dikenal dengan jargon Brand Trust & Advocacy. Ini sebenarnya adalah pergeseran dari salah satu ekspertis biro iklan Full Service, yaitu Account Management. Saat itulah lalu dimunculkan istilah Strategic Planning. Bersamaan dengan itu pula, penggalian dan penerapan model IMC (Integrated Marketing Communications) pun mendapat dorongan lebih intensif. (Lihat gambar Ekologi-3).

Tahun berganti tahun, tekonologi dan automatisasi pun kian mengambil alih sebagian (malah banyak yang berpendapat bagian besar) dari pekerjaan Segmentation, Targeting, dan Positioning sesuatu Brand. Layanan yang ditawarkan biro iklan pun harus bergeser lagi. Ini karena muncul tuntuan lain dari para pengiklan yang tidak puas dengan memperoleh Brand Turst & Advocacy. Tuntutan baru para pengiklan adalah Improved Conversion Rate. Maksudnya, biro-biro iklan harus mampu memperbesar porsi orang yang benar-benar membeli, bukan yang sekadar berkunjung pada 'situs jualan' Brand terkait. (Lihat gambar Ekologi-4).

Zaman terus bergulir. Biro-biro iklan yang sudah tiga kali melakukan adaptasi agar jasa mereka tetap relevan dan dibutuhkan, harus terus menciptakan "janji baru" kepada para klien mereka. Tapi meski banyak biro iklan yang belum mapan dengan situasi itu, kini sudah muncul lagi tuntuan baru. Kali ini klien bukan lagi menginginkan tingginya Conversion Rate, tapi Bigger Share of Wallet. Maksudnya, mereka menuntut perolehan yang lebih besar dari "pangsa belanja" dari para pembelanja bagi produk-produk mereka. Pengiklan menuntut biro-biro iklan (termasuk Media Buying Agencies) mampu, secara literal, mendorong konsumen untuk membelanjakan bagian terbesar dari kuota produk dari isi dompet pembelanja untuk Brand mereka, bukan Brand-brand para pesaing. Ini berarti, sasaran komunikasi periklanan seolah-olah bukan lagi khalayak, konsumen, ataupun pelanggan, tapi dompet pembelanja. Ya, ini laiknya sebuah revolusi bagi ilmu komunikasi. (Lihat gambar Ekologi-5).

Begitulah dinamika 'ruaaaar biasa' yang terjadi pada industri periklanan. Pergeseran layanan (baca: janji) biro iklan atau tuntutan para Pengiklan kepada mereka; Awareness - ROI/KPI - Trust & Advocacy - Conversion Rate - Share of Wallet, terjadi hanya dalam waktu sekitar 25 tahun saja. Jadi, jika Anda praktisi ataupun akademisi periklanan, mari terus bersiaga penuh, menyimak "revolusi" apa lagi yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang.||



Source :
BRAND ECOLOGY:
Dari 'Awareness' Hingga 'Share of Wallet’:
Oleh Baty Subakti

Tidak ada komentar: