Rabu, 20 Desember 2017

Pakai Sistem Skor, Cara Cina Mengontrol Warganya

Dalam hitungan mundur, dua tahun lagi, Sistem Kredit Sosial Cina (SKS) akan diterapkan.
 
tirto.id - Episode “Nosedive” dari serial Black Mirror tayang Oktober tahun lalu. Ia merupakan episode pertama dari musim ketiga, sebuah serial asal Inggris karangan Charlie Broker. Selain karena ditarik Netflix—penyedia layanan menonton streaming paling populer—ke dalam jaringan mereka, Black Mirror juga meledak karena pelintiran plotnya yang terkenal tidak biasa. Contohnya kisah Lacie (Bryce Dallas Howard) dalam “Nosedive”.

Tokoh utama adalah perempuan yang terobsesi untuk mendapatkan rating—semacam likes di Instagram. Bedanya, likes di Instagram saat ini hanya masih berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk jadi pengiklan alias endorser. Sementara rating dalam “Nosedive” akan berdampak pada skor individu Lacie, yang punya dampak besar terhadap seluruh aspek kehidupannya. Mulai dari: kemampuannya membeli apartemen, menyewa rental mobil, tempat duduk di pesawat, bahkan bilik di penjara.

Semakin tinggi skor Lacie, semakin mudah hidupnya. Maka semakin rendah skor yang ia peroleh, semakin menyedihkan pula fasilitas yang bisa ia pakai.

Saat itu, “Nosedive” sempat ramai dapat tanggapan baik. Kemiripan pola pikir hedonis Lacie dengan kebanyakan generasi saat ini yang larut dalam media sosial jadi proximity-nya. Meski di kehidupan nyata tak ada aplikasi yang benar-benar serupa seperti milik Lacie, faktanya sebagian orang merasa kritik serial itu dekat dengan situasi saat itu.

Namun, tak banyak orang tahu, Cina justru telah mengesahkan aturan serupa seperti terjadi di tempat tinggal Lacie dua tahun sebelum serial “Nosedive” hadir.

Pada 14 Juni 2014, Cina menerbitkan “Ikhtisar Rencana Pembangunan Sistem Kredit Sosial”. Isinya kurang lebih adalah tentang bagaimana negara memanfaatkan big data para warganya untuk membuat takaran kelayakan penduduknya, bukan cuma dalam mendapat kredit, tapi juga seluruh aspek hidup mereka.

Persis seperti Lacie, warga Cina nantinya juga akan berlomba menunjukkan “berperilaku baik” sesuai dengan kriteria yang ditentukan negara. Sebab, segala hal dalam kehidupan mereka bergantung dari sana. Dalam makalahnya Sistem Kredit Sosial Cina, Mirjam Meissner dari Mercator Institute for China Studies menyebut di antaranya: kelayakan menerima kredit, kelayakan menerima subsidi, akses pada pengadaan publik, kelayakan menerima investasi.

Sistem pengawasan semacam ini, dianggap oleh Rogier Creemers, seorang ahli dari Oxford University memiliki kemiripan dengan yang dilakukan para pemerintah di Jerman Timur. Hanya saja, pemerintah Cina lebih agresif. "Tujuan Jerman terbatas [dalam mengawasi warga] guna menghindari pemberontakan melawan rezim tersebut," kata Creemers dalam wawancara dengan surat kabar Belanda De Volkskrant
 
Aturan itu memang baru akan benar-benar diterapkan 2020 nanti. Namun, persiapannya sudah berjalan. Sejak 2015, sudah ada delapan perusahaan swasta yang dipilih bank sentral Cina untuk terlibat, termasuk Tencent dan Alibaba.

Data Forbes  bahkan menyebut otoritas Cina sudah mendaftarkan 44 perusahaan swasta lain untuk sistem pembayaran online bukan bank, alias Wanglian. Mereka bahkan sudah diminta melakukan clearinghouse per Juni 2018 mendatang.

Fungsinya, mereka akan mempermudah regulator memantau transaksi di tingkat mikro. Wanglian juga akan menyediakan data pelanggan mereka untuk membantu bank merekam kredit konsumennya. Dalam sistem ini juga telah terdaftar 300 bank komersial yang telah tergabung.

Tak cuma perilaku finansial warga dan perusahaan di Cina yang akan direkam pemerintah. Dalam catatan Meissner: perilaku online, rekaman kriminal, riwayat pekerjaan, laporan pengeluaran dan pajak tahunan, adalah ihwal lain yang telah direkam pemerintah Cina sejak aturan tersebut dikeluarkan.

Sampai 2020 nanti, pemerintah Cina juga akan menambahkan regulasi-regulasi tambahan untuk melancarkan program ini. Di antaranya tentang energi terbarukan, e-commerce dan aktivitas online, serta kalkulasi harga. Sementara menurut linikala kerjanya, setelah 2020, pemerintah Cina akan segera menginklusi seluruh sektor dan industri. Mereka juga akan membangun sistem monitoring real-time: untuk mengawasi kegiatan online, emisi, dan pelacakan kendaraan.

Baca juga: Benarkah Kecerdasan Buatan adalah Malapetaka?

Menurut Susan Hsu, Asisten Profesor Ekonomi di Universitas Negeri New York, Cina memang tengah membangun sistem kredit yang menembus sistem perbankan. Dengan sistem ini, orang-orang yang selama ini tak tersentuh bank juga akan terjangkau dan lebih mudah diatur serta dipantau.

Terlepas dari kontroversi sistem ini yang menuai kritik dari luar Cina, pemerintah tampaknya berhasil menggiring warganya tanpa perlawanan. Salah satu hal baik menurut Hsu adalah, “Suka atau tidak, debitur terpercaya akan terpisah dari debitur yang tak dapat dipercaya dengan cara yang jauh lebih jelas,” tulisnya di Forbes.

Tapi bukan tak punya risiko sama sekali. Meissner juga mencatat dampak akibat data pribadi yang direkam negara. Kurang lebih, hidup warga Cina nanti akan mirip hidup Lacie. Kesempatan berkarier, hingga kelayakan dapat diskon hotel, tiket transportasi, hingga rental mobil juga akan ditentukan skor yang diperoleh.

Kini, hal itu belum terlalu terasa. Setidaknya tidak bagi semua orang, sebab SKS masih regulasi yang bersifat dianjurkan. Pada 2020 nanti, semua orang di Cina akan wajib masuk dalam sistem. Dunia yang dialami Lacie akan benar-benar terjadi secara nyata, dan Cina kini sedang memulai membuat sebuah "cermin hitam" yang mengerikan.


Source : Tirto.id
Reporter: Aulia Adam
10 Desember, 2017 

Selasa, 12 Desember 2017

5 Corporate Event Ideas

https://youtu.be/yOSGvFVSHTA

Source : Event Manager Blog Linkedin

How Can Small Businesses Get Their Idea To Spread Without Big Marketing ?

Dear Small business owner, what you are wanting to spread is an idea. Marketing is not the answer you seek.

In the world of networks today your growth is all about how deeply can you make people believe in your idea and invite/ inspire them to spread it for you. This is especially true for small businesses.
This post captures the 2 (two) most important learnings while working with small business owners to spread their ideas:

#1: Build a strong narrative. (Narrative is not marketing)

The narrative about your small business is not marketing. The narrative is your belief in the value that you are creating and the perception of that value in your customer’s belief.
Remember, narratives take time and effort to build. They are possibly the most important investment you make in your brand. Once your customer believes in the value the same way that you do, you will not have to worry about churn/ business loss due to smaller/ trivial factors.
The most important factor about a narrative is consistency of message and design.

#2: How many times by design do you speak with your customers? (Increase frequency)

The most important metric going forward will be ‘number of conversations’ that lead to ‘sales’. Everything around you is a conversation. Whatsapp, Linkedin, facebook, YouTube, twitter are all conversations.
The fundamental of being human is being able to converse. Small businesses fall into the trap of big budget paid marketing. That’s marketing, not a conversation. Conversations have the advantage of getting the human sub-conscious to come forth a lot more often.

Double your sales in 2018. Go big.

 Source : Paritosh Sarma Linkedin

Manager vs Leader The difference between them and how to be both

Leadership and management must go hand in hand.
However, they are not the same thing. But they are necessarily linked, and complementary.
Any effort to separate the two is likely to cause more problems than it solves.
Still, a lot of time has been spent delineating the differences.

The manager’s job is to plan, organize and coordinate.

The leader’s job is to inspire and motivate. In his 1989 book “On Becoming a Leader,” Warren Bennis composed a list of the differences:

– The manager administers; the leader innovates.
– The manager is a copy; the leader is an original.
– The manager maintains; the leader develops.
– The manager focuses on systems and structure; the leader focuses on people.
– The manager relies on control; the leader inspires trust.
– The manager has a short-range view; the leader has a long-range perspective.
– The manager asks how and when; the leader asks what and why.
– The manager has his or her eye always on the bottom line; the leader’s eye is on the horizon.
– The manager imitates; the leader originates.
– The manager accepts the status quo; the leader challenges it.
– The manager is the classic good soldier; the leader is his or her own person.
– The manager does things right; the leader does the right thing.

Perhaps there was a time when the calling of the manager and that of the leader could be separated. A foreman in an industrial-era factory probably didn’t have to give much thought to what he was producing or to the people who were producing it. His or her job was to follow orders, organize the work, assign the right people to the necessary tasks, coordinate the results, and ensure the job got done as ordered. The focus was on efficiency.
But in the new economy, where value comes increasingly from the knowledge of people, and where workers are no longer undifferentiated cogs in an industrial machine, management and leadership are not easily separated. People look to their managers, not just to assign them a task, but to define for them a purpose. And managers must organize workers, not just to maximize efficiency, but to nurture skills, develop talent and inspire results.
The late management guru Peter Drucker was one of the first to recognize this truth, as he was to recognize so many other management truths. He identified the emergence of the “knowledge worker,” and the profound differences that would cause in the way business was organized.
With the rise of the knowledge worker, “one does not ‘manage’ people,” Mr. Drucker wrote. “The task is to lead people. And the goal is to make productive the specific strengths and knowledge of every individual.”

Source : Ed Smith ( Linkedin ).

 

Kamis, 30 November 2017

Apa Itu Digital Marketing ?

    Pengertian Digital marketing adalah suatu usaha untuk melakukan pemasaran sebuah brand atau produk melalui dunia digital atau internet. 

    Tujuannya ialah untuk menjangkau konsumen maupun calon konsumen secara cepat dan tepat waktu. 

    Secara mudahnya ialah, Digital marketing ialah suatu cara untuk mempromosikan produk / brand tertentu melalui media internet. 

    Bisa melalui iklan di internet, facebook, youtube, ataupun media sosial lainnya.

Quote of the day

"In today’s age, everything is a commodity.  

 Nobody cares about your product, your brand, or the color of your logo.  

Experiences are the only way to differentiate yourself.  

 Experiences are the only thing we are willing to pay a premium for.  

 So customer experience has to be the #1 priority for every business, every marketer, every brand.   
It is a top challenge for businesses today."

Senin, 11 September 2017

Beda antara Push & Pull Marketing ( Edhy Aruman, Mix Marketing )

Push Vs Pull Marketing  

Banyak produk yang secara mengejutkan mampu membukukan penjualan yang mencengangkan di awal peluncurannya. Mungkin dia saat itu bukan pemimpin pasar atau pioneer di kategorinya, namun gebrakan pasarnya membuat para kompetitornya kewalahan. Merek tersebut bahkan menjungkalkan pemimpin pasar sebelumnya. 
 Untuk mempromosikan dan menjual merek atau produknya, pemasar dan pengecer menggunakan dua jurus, yakni push dan pull strategi. Produsen, grosir dan distributor "mendorong" produk ke pengecer dan pengecer mendorong produk kepada pelanggan. Pengecer juga menarik pelanggan dengan berbagai metode. Pengecer sering menggunakan kombinasi pendekatan push-pull untuk menarik pelanggan potensial. Perbedaan utama antara push dan pull marketing terletak pada bagaimana konsumen didekati. 
Dalam push marketing, idenya adalah untuk mempromosikan produk dengan membuat produk tersebut sampai ke konsumen. Bila itu dilakukan maka tampilan penjualan dan iming-iming buat pembeli di toko perlu diperhatikan. Sementara itu, dalam pull marketing, idenya adalah untuk membangun kesetiaan dan menarik konsumen kepada produk. Contohnya adalah Porsche dan Lamborghini. Dua merek tersebut perlu lagi beriklan karena konsumen akan mendatangi kepada mereka. 
Push Marketing Push marketing adalah strategi promosi yang digunakan oleh pemasar agar merek atau produk yang dikelolanya sampai ke pelanggan. Taktiknya secara umum misalnya menjual barang dagangan secara langsung kepada pelanggan melalui showroom perusahaan dan bernegosiasi dengan pengecer untuk menjual produk mereka, atau mengatur point-of-sale. Untuk kepentingan tersebut, untuk meningkatkan visibilitas, seringkali pengecer menerima insentif penjualan khusus dalam bentuk pertukaran baik berupa uang maupun produk. Salah satu contoh push marketing dapat dilihat di department store yang menjual parfum atau pendekatan yang dilakukan tenaga penjual obat-obatan kepada dokter. Produsen parfum sering menawarkan insentif penjualan ke department store untuk mendorong produk-produknya ke pelanggan. Taktik ini bisa sangat bermanfaat bagi merek-merek baru yang belum mapan atau lini merek baru tertentu yang membutuhkan promosi tambahan. Secara keseluruhan, yang ditawarkan kepada banyak konsumen di toko adalah aroma parfum sehingga konsumen mendapatkan pengalaman pertama dan baru dengan produk. Asumsinya pengalaman tersebut diciptakan karena selama ini belum mengetahuinya. 
 Pull Marketing Pull marketing mengambil pendekatan yang berlawanan. Tujuan pull marketing adalah membuat pelanggan mendatangi merek. Taktik penjualan umum yang biasa digunakan meliputi promosi melalui media massa, word-of-mouth terarah, dan penjualan melalui iklan. Dari perspektif bisnis, pull marketing merupakan upaya menciptakan loyalitas merek dan membuat pelanggan datang kembali, sedangkan push marketing lebih ditujukan untuk penjualan jangka pendek. Contoh pull marketing sering Anda jumpai. Merek atau produk dipromosikan melalui kampanye pemasaran dengan iklan. 
Tarik pemasaran ini membutuhkan biaya yang besar untuk periklanan. Salah satu contoh adalah pemasaran mainan anak-anak. Pada tahap pertama, perusahaan mengiklankan produk tersebut. Selanjutnya, anak-anak dan orang tua melihat iklan dan ingin membeli mainan. Begitu permintaan meningkat, pengecer mulai berusaha merebut pangsa pasar produk di toko . Sementara itu, perusahaan telah berhasil menarik pelanggan mereka. Pengalaman merek batu baterai lokal, ABC Alkaline membuktikan bahwa merek lokal follower sekalipun mampu menjadi pemimpin pasar. Ketika baterai ini diluncurkan, sejatinya di pasar sudah ada baterai yang sama-sama alkaline, yakni Duracell dan Energizer. Namun, kepiwaiannya dalam dalam menemukan celah pasar baru dan membaca tren pasar, ABC Alkaline berhasil menuai penjualan tinggi dan menjungkalkan pendahulunya. Ceritanya, ketika diluncurkan pada 1980-an, pengelola merek ABC Alkaline sudah memperkirakan bahwa pasar baterai jenis alkaline akan menjadi produk yang demand-nya meningkat pesat. Ini karena di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Jepang, market baterai alkaline sudah mencapai 80%. Dengan kata lain,saat itu, baterai jenis biasa sudah hampir tidak digunakan lagi. Sedangkan di Indonesia, sampai saat itu pasar baterai jenis alkaline baru mencapai sekitar 4% dari konsumsi semua jenis baterai. Itu sebabnya, pengelola ABC Alkaline yakin bahwa seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat Indonesia akan berpindah ke baterai jenis alkaline. Maklum, baterai alkaline memiliki kekuatan empat sampai lima kali lebih besar dibandingkan baterai biasa. Memang perusahaan yang melihat celah pasar ini di Indonesia memang tidak hanya ABC. Ada Duracell dan Energizer. Namun kedua merek yang belakangan disebut ini adalah pemain global yang produknya masih diproduksi di luar negeri. Kedua, komunikasi yang dilakukan Duracell maupun Energizer hampir identik. Dua-duanya mengklaim sebagai baterai tahan lama. Bahkan keduanya juga menggunakan kelinci sebagai maskot pemasaran mereka. Ketika pertama kali diluncurkan, ABC Alkaline pun sebetulnya masih diimpor dari negara lain. Jadi waktu itu, ABC Alkaline hanya menjual merek saja. Namun melihat pasarnya yang terus tumbuh, pada tahun 1990-an ABC kemudian memutuskan unuk memproduksi sendiri produk baterai alkaline itu. ABC Alkaline masuk dengan harga yang lebih murah. Sebab dalam situasi konsumen menagnggap sama kualitas beberapa produk, faktor harga menjadi penentu. Seperti yang diramalkan sebelumnya, pertumbuhan pasar baterai alkaline setiap tahunnya ternyata memang sangat tinggi, yaitu rata-rata mencapai 30% sampai 40%. Dengan edukasi pasar, pertumbuhannya terus membesar. Untuk ABC Alkaline sendiri, pertumbuhan penjualannya tahun itu melebih target—semula target dipatok pada level 25%. Faktanya, target itu sudah tercapai pada pertengahan tahun itu. Meskipun bukan pioneer di kategori produk ini, ABC berhasil menjadi market leader. Data AC Nielsen saat itu menunjukkan bahwa ABC Alkaline menguasai 60,1% pangsa pasar baterai alkaline. Sisanya diambil merek lain seperti Duracell dan Energizer. Sukses ABC Alkaline menjadi pemimpin pasan ini adalah berkat jaringan distribusi yang luas dan kekuatan strategi komunikasi. Distribusi ABC Alkaline mencakup skala nasional, meskipun hanya sampai tingkat kotamadya. Sebarannya hanya sampai daerah tingkat dua karena ABC Alkaline saat itu ditujukan untuk segmen premium. Jadi tentunya tidak cocok kalau didistribusikan sampai ke kampung-kampung. Sebagai satu-satunya produk alkaline produksi dalam negeri, sebetulnya ABC bisa terus bersaing dari sisi harga. Namun, ABC Alkaline tidak terlalu lama memanfaatkan pricing untuk bersaing dengan kompetitor. Pengelola merek ABC Alkaline yakin bahwa barang berkualitas tidak boleh dijual murah. Karena itu ABC Alkaline tidak mau berlama-lama menjual dengan harga lebih rendah dari produk competitor. Pada akhirnya, harga jual ABC Alkaline tidak berbeda jauh dengan Energizer dan Duracell. 
Kisah keberhaslan es krim Magnum lain lagi. Sampai 2010, nama es krim Magnum belum terdengar. Namun, setahun kemudian, Magnum berhasil mendorong pertumbuhan bisnis es krim PT Unilever Indonesia, bahkan sukses meningkatkan growth pasar es krim Indonesia secara keseluruhan. Setahun setelah relaunching Magnum, pasar es krim Indonesia tumbuh hingga 40% (2011). Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhannya tidak pernah sebesar itu. Dan pada semester I 2014 lalu, Magnum berhasil mendorong pertumbuhan bisnis es krim Unilever Indonesia hingga 15%-20%. Inovasi produk dan komunikasi pemasaran merupakan kunci keberhasilan Magnum. Pada awalnya, Magnum memulai perjalanan barunya dengan mengaitkan brand ini dengan imaji kualitas cokelat Belgia. Unilever juga menciptakan kampanye dengan muatan brand excitement yang tinggi di level konsumen, yakni kampanye City Challenge” untuk peluncuran produk Magnum Infinity dan kampanye Elevating the Beauty of Indonesia”untuk peluncuran produk “Magnum Pink and Black.” Clutter di media konvensional menuntut para pemasar untuk bertindak kreatif dalam mencari channel komunikasi maupun distribusi . Pengelola merek juga dituntut inovatif dalam menciptakan channel baru. Berjejer channel anyar seperti blog, interaktif bilboard, rest area, komunitas, games viral, dan yang lainnya, kini banyak dimanfaatkan oleh beberapa brand di tanah air, termasuk Magnum. 
Beberapa tahun lalu, Pantene dikabarkan berhasil menjadi market leader pasar shampo di Indonesia. Keberhasilan P&G mengalahkan dominasi brand shampo dari Unilever ini antara lain lantaran ketepatannya memilih kontak poin untuk komunikasi Pantene. P&G memilih membuat activation untuk para professional rambut ketimbang untuk end-user. P&G juga memutuskan menggunakan PR sebagai vehicle untuk komunikasi. Public Relations (PR) Beauty Networking, Pantene Cari Media, PR Media Maximization adalah program-program komunikasi pemasaran Pantene yang dipercaya menimbulkan competitive advantage yang tidak bisa ditiru dalam sekejap. Pantene Cari Bintang dengan pesan tunggal ‘shine’ dikonsep bersama oleh tim PR dan Marketing sebagai strategic program yang terintegrasi dalam periode tahunan. PR Commercialization ditujukan agar PR bisa berefek langsung terhadap sales dan consumer. Media maximization diwujudkan dalam bentuk aktivitas merek non iklan yang kemudian dimasukkan dalam program televisi. Di luar itu, tim Pantene juga aktif melakukan kegiatan-kegiatan below the line (BTL) di toko-toko pengecer. 
Fenomena ini makin mengukuhkan pentingnya keseimbangan antara strategi push dan pull marketing, selain pemanfaatkan media sosial. Dalam marketing, dikenal adanya teori mengenai push marketing yang pada intinya ialah menggunakan jalur distribusi untuk melakukan push produk ke outlet-outlet dimana konsumen bisa membelinya. Kemudian ada pull strategy yang pada intinya ialah membangun daya tarik terhadap produk dan jasa melalui berbagai media sehingga konsumen atau customer datang sendiri ke tempat kita atau datang ke toko untuk membeli barang kita. Dengan kata lain agar bisa menjadi merek hebat, komunikasi melalui media -- termasuk media sosial – mesti dibarengi dengan distribusi yang mumpuni untuk menjamin visibilitas produk.

Bedanya Marketing Strategy VS Marketing Plan ( by : Fortune Indonesia )

Tidak jarang, banyak orang merasa kebingungan membedakan antara marketing strategy dan marketing plan. Kami telah menemukan cara termudah untuk menjelaskan perbedaan diantara keduanya, seperti ini:
Marketing strategy – marketing strategy atau strategi pemasaran merupakan penjelasan dari sasaran yang dibutuhkan untuk mencapai segala upaya pemasaran Anda. Ini adalah soal “apa” yang ingin Anda capai. Strategi pemasaran Anda terbentuk oleh sasaran bisnis Anda. Tujuan bisnis dan strategi pemasaran anda harus berjalan beriringan.
Marketing Plan – marketing plan atau rencana pemasaran merupakan cara bagaimana Anda mencapai sasaran pemasaran. Hal tersebut adalah penerapan strategi Anda sekaligus roadmap yang yang akan memandu Anda dari satu titik ke titik lainnya. Berbeda dari strategi, rencana pemasaran adalah soal “bagaimana” Anda mencapai tujuan pemasaran.
Persoalannya, kebanyakan orang berusaha untuk mencapai “bagaimana” tanpa terlebih dahulu mengetahui “apa.” Hal ini bisa berakhir dengan membuang-buang sumber daya bagi perusahaan, baik waktu maupun uang.
Ketika bicara tentang pemasaran, kita harus senantiasa mengenali apa dan kemudian menggalibagaimana. Strategi adalah pemikiran, sementara perencanaan adalah tindakan. Berikut adalah contoh bagaimana keduanya bekerja:
  • Tujuan: Untuk mendapatkan adopsi pasar yang lebih luas.
  • Strategi Pemasaran: Mengenalkan ke segmen pasar baru.
  • Marketing plan: mengembangkan kampanye pemasaran, mengidentifikasi, dan memfokuskan pada segmen tertentu.
Sebuah formula sukses yang dapat digunakan untuk lebih menjelaskan betapa pentingnya marketing strategy dan marketing plan terlihat seperti ini:
Marketing strategy —> marketing plan —> Pelaksanaan = Sukses
strategi pemasaran Anda terdiri dari:
  • “Apa” yang harus dilakukan.
  • Menginformasikan kepada konsumen mengenai produk atau jasa yang ditawarkan.
  • Menginformasikan kepada konsumen faktor perbedaan.
Rencana pemasaran Anda terdiri dari:
  • “Bagaimana” untuk melakukannya. Buatlah kampanye marketing dan promosi yang akan mencapai “apa” di dalam strategi Anda.
Jika Anda sedang mempersiapkan strategi pemasaran dan rencana pemasaran untuk masuk ke dalam perencanaan bisnis Anda, berikut adalah komponen penting yan harus Anda masukkan ke setiap bagian:
  1. Komponen dari Strategi Pemasaran Anda:
  • Eksternal Pemasaran Pesan
  • Dalam Penentuan posisi Sasaran
  • Jangka Pendek Tujuan dan Sasaran
  • Jangka Panjang Tujuan dan Sasaran
Tantangan anda
Uraian singkat produk atau jasa yang akan dipasarkan dan rekapan tujuan yang diidentifikasi dalam strategi pemasaran Anda.
Analisis Situasi
Bagian ini harus mengidentifikasi hal berikut:
  • Sasaran
  • Fokus
  • Kultur
  • Kekuatan
  • Kelemahan
  • Pangsa pasar
Analisis Pesaing Anda
Apa posisi pemasaran Anda? Apa posisi pasar mereka? Apa saja nilai-nilai yang menggerakkan mereka? Apa kelemahan Anda? Apa pangsa pasar yang Anda mengejar? Apa yang memiliki pangsa pasar pesaing Anda sudah disadap?
Identifikasi 4 P Anda (Produk / Price / Place/ Promotion)
Bagaimana Anda akan menggunakan informasi ini untuk mencapai tujuan yang telah diidentifikasi dalam strategi pemasaran Anda.
Seperti yang Anda lihat, strategi pemasaran Anda berjalan beriringan dengan rencana pemasaran Anda. Tanpa keduanya, Anda tidak saja membuang-buang sumber daya, tetapi Anda juga bisa terjebak dan berakhir tanpa ide dan kemana Anda harus pergi.
Hal lain yang penting adalah jangan lupa untuk mengukur kampanye pemasaran apapun yang Anda lakukan dalam rangka untuk melihat apa yang berhasil dan apa yang tidak. Anda dapat menggunakan informasi ini untuk memandu Anda di masa depan. ( copy from : Fortune Indonesia )