Senin, 29 Juli 2019

Bombtrack x Adidas

Collaboration Track Bike

The opportunity to work on a collaboration project doesn’t come along very often, so when Adidas approached us about producing a limited number of fixed/track bikes we couldn’t believe it. After we saw the preview of the bags and accessories Adidas had in the works, we knew that we could do something really cool in carrying this look into the bike.

The Street Crew accessories offered not only some cool colours for the bike, but lots of details that we could play around with and incorporate into the design. The two tone muted greens were an excellent starting point, and we were keen to carry the neon stripe detailing into the bike and create a sporty and dynamic look. We rounded off the design with some detailing on the rims, pedals and handlebars that helped cement the bike into this new range from Adidas.
These limited numbers of bikes were only produced for promoting the new Street Crew collection, and so can only be seen in a selected 32 Adidas Flagship Stores throughout Europe and Asia.

10 tactics for launching on social media and generating buzz, inspired by companies who've done it—with free templates

www.canva.com

01. Design a Teaser Campaign

02. Designate a Hashtag

03. Engage User With Contests

04. Create a Founder’s List

05. Organize a Countdown to Build Excitement

06. Develop Consistency Across Social Media Platform Posts

07. Post Constantly–and at the Right Times

08. Design Fun Quizzes

09. Don’t Neglect Your Calls To Action!

10. Jump Into Conversations

Source : www.canva.com

Rabu, 17 Juli 2019

Jangan sampai mesin kamu ngos ngos'an


mengganti ban dengan MT berukuran lebih besar dibanding standar bawaan. Pada saat dicoba di medan adventure , mobilnya gak ada tenaganya, kerasa banget ngempos ngos-ngosan”.
Selidik-selidik, ternyata saat mengganti ban menjadi ban sekarang (MT 33×12,5) tidak dibarengi dengan perubahan Final Gear (FG) menjadi lebih low.
Apakah FINAL GEAR (FG) itu?
FG adalah bagian dari penggerak mobil yang menyalurkan putaran dari mesin antara Driveshaft (pada umumnya orang bilang Kopel) dengan putaran Driveaxle (asroda). Jadi terdiri dari 2 bagian, gigi pinion (dari kopel) dan cakram bergigi (ada yg menyebut ini crownwheel, karena bentuknya seperti roda berbentuk mahkota). Keduanya berada didalam gardan.
Rasio FG
Dikala membahas FG sering kali kita dengar istilah 3.91 atau 4.56, ini namanya rasio. Bagaimana menghitungnya, mudah kok, misal gigi pinion berjumlah 11, dan ringnya bergigi sejumlah 43, maka jika 43:11=3,909 (3,91). Artinya, 1 putaran roda didapat dari 3,91 putaran kopel dan pinion.
Logikanya
Tentunya kita pernah mengendarai sepeda kan? Apalagi sepeda dengan beberapa tingkatan gear, coba Anda bayangkan, kaki Anda adalah mesin penggeraknya, apa yg kaki Anda rasakan saat gear/gigi rantainya kita pilih yg ukuran kecil? Untuk menggerakkan sepeda tentunya terasa berat ya?! Sebaliknya jika Anda memakai gear/gigi rantai berukuran besar, ringan sekali kaki Anda harus ngegowes sepeda itu ya?
Kesimpulannya
Semakin besar rasio FG, semakin ringan putaran mesin dalam menggerakkan roda, namun semakin rendah kecepatan maksimal yg mampu dicapai mobil FG ratio yang angkanya semakin besar (diatas 4,11) sering disebut LOW.
Sedangkan FG ratio yang semakin menunjukkan angka kecil (dibawah 4), sering disebut HIGH, sering digunakan sebagai FG bawaan pabrikan karena sangat sesuai dalam penggunaan ban standar yg seimbang antara ekselerasi dengan pencapaian top speed yang optimal.
Kembali ke contoh kejadian yg dialami rekan saya seperti contoh diatas, bawaan mobil pada awalnya ban 30 dengan FG 11:39 (3,55), sehingga saat sekarang dia mengganti ban menjadi ukuran 33 12,5, sudah pasti kerja mesin jadi lebih berat, terasa tidak bertenaga di rute lumpur, apalagi dengan menghadapi tanjakan-tanjakan. Pertanyaan saat ini, berapa dong rasio FG yg selayaknya dipakai? Mudah kok menghitungnya, mau tau?
Rumus sederhana saja ..
Rasio FG yg disarankan = (ukuran ban baru x rasio FG lama) : ukuran ban lama
Nih contoh angkanya ..
Rasio FG = (33 x 3,55):30 = 117,15:30 = 3,905
Seharusnya kawan saya disaat mengganti bannya dibarengi dengan pergantian FG rasio ke 3,91 atau 1 tingkat diatasnya misal 4,11 atau 4,27. Satu lagi jangan sampai lupa, mobil 4×4 dengan penggerak depan belakang, saat mengganti FG, rasio yang digunakan antara FG depan dan belakang harus sama.

Source : FB VES Community

Senin, 01 Juli 2019

Ini Alasan Badanmu Mudah Memar

Memar yang muncul tiba-tiba sering dikaitkan dengan beberapa alasan mistis, misal dijilat setan atau hal semacam itu. Memang memar yang muncul tanpa adanya pemicu kadang mengagetkan, tapi tentu saja ada alasan medis di balik itu.

Memar sering diabaikan dan jarang dicari penyebab pasti karena menganggap akan hilang dengan sendirinya. Ketika mengalami jatuh atau kecelakaan fisik ringan, terjadi tekanan pada pembuluh darah sehingga membuat tubuh menjadi memar.

Meski seringnya bertahan cukup sebentar, ada beberapa alasan medis mengapa badanmu mudah memar. Berikut diantaranya dikutip dari Medical Daily.


1. Mengidap penyakit hati
Pecandu alkohol adalah yang paling rentan terhadap kerusakan hati. Penyakit hati atau sirosis membuat hati menghentikan pelepasan protein yang dibutuhkan untuk membekukan darah. Selain membuat badan mudah memar, kulit juga bisa berubah menjadi kuning, gatal, dan urine menjadi gelap dan kaki membengkak.

2. Kekurangan vitamin
Kekurangan vitamin C menyebabkan suatu kondisi di mana luka membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh setelah mengalami memar. Kekurangan vitamin K juga akan menyebabkan terbentuknya gumpalan darah pada beberapa bagian tubuh sehingga memicu memar.

3. Vaskulitis
Vaskulitis mengacu pada sekelompok kondisi yang menyebabkan pembuluh darah meradang. Selain peningkatan perdarahan dan memar, seseorang mungkin mengalami sesak napas, mati rasa pada anggota badan, dan bisul, benjolan kulit, atau bintik-bintik ungu pada kulit.

Jenis perawatan tergantung pada tingkat keparahan vaskulitis dan area tubuh mana yang terpengaruh. Beberapa obat, termasuk steroid, dapat membantu.

4. Kanker
Meski jarang, peningkatan pendarahan yang tiba-tiba, termasuk memar, mungkin merupakan tanda kanker. Kanker yang mempengaruhi darah dan sumsum tulang, seperti leukemia, dapat menyebabkan memar.

Banyak kanker sangat dapat diobati, terutama dengan diagnosis dini. Orang tidak boleh membiarkan rasa takut untuk menunda perawatan tetapi harus segera pergi ke dokter. Kemoterapi, pengobatan, dan operasi dapat menyelamatkan nyawa.

Source : Detik health

Rabu, 30 Januari 2019

Suspensi Depan: Perbedaan dan Karakteristik MacPherson Strut VS Double Wishbone

MacPherson Strut VS Double Wishbone - Kaki-kaki mobil adalah faktor yang penting dalam menentukan kenyamanan dan handling. Selain kedua faktor tersebut, masyarakat Indonesia juga mempertimbangkan reliabilitas dan biaya perawatan kaki-kaki mobil. Sistem suspensi bagian depan yang paling banyak digunakan pada mobil yang beredar di Indonesia adalah MacPherson Strut dan Double Wishbone. Lalu, apa sih MacPherson Strut dan Double Wishbone? Simak penjelasan singkat mengenai perbedaan dan karakteristik masing-masing tipe suspensi depan berikut.

Suspensi MacPherson Strut
MacPherson Strut adalah jenis suspensi yang tergolong sederhana. Di Indonesia, banyak sekali mobil yang mengadopsi jenis suspensi ini. Karena strukturnya yang sederhana, MacPherson Strut mudah dalam perawatannya. Selain itu, biaya perawatan juga lebih murah karena komponen yang membentuk tidak terlalu rumit. Bentuknya yang sederhana juga membuat suspensi MacPherson Strut tidak memakan banyak ruang di bagian kolong.
Suspensi Depan: Perbedaan dan Karakteristik MacPherson Strut VS Double Wishbone
Namun, dibalik itu semua, terdapat kelemahan yang cukup mendasar, yaitu pada kemampuan handling. Pada suspensi MacPherson Strut, ketika suspensi bekerja ayunan suspensi memungkinkan posisi chamber dapat berubah sehingga menyebabkan guncangan pada mobil. Berubahnya posisi chamber juga menyebabkan gejala body roll yang lebih besar.
Suspensi MacPherson Strut banyak diadopsi oleh mobil citycar/hatchback harian, MPV, dan SUV kompak. Mobil yang mengadopsi MacPherson Strut biasanya memiliki jarak main suspensi yang lebih panjang dan tidak untuk kecepatan tinggi.
Kelebihan:
- Konstruksinya sederhana
- Biaya produksi lebih murah
- Bobot lebih ringan
- Perawatan lebih mudah dan murah
Kekurangan:
- Posisi chamber berubah ketika suspensi mengayun
- Guncangan ke kanan dan ke kiri lebih terasa
- Handling dan stabilitas kurang
- Ruang fender cenderung lebar, mobil terkesan cingkrang
Suspensi Double Wishbone
Double Wishbone memiliki struktur yang lebih kompleks dari MacPherson Strut untuk mengoptimalkan peran suspensi. Pada suspensi Double Wishbone, suspensi bekerja dengan ayunan yang tegak lurus dan posisi chamber tidak berubah. Oleh karena itu, gejala body roll dapat lebih diminimalkan sehingga handling lebih baik dan lebih stabil.
Suspensi Depan: Perbedaan dan Karakteristik MacPherson Strut VS Double Wishbone
Namun, peredaran mobil yang mengadopsi suspensi Double Wishbone tidak sebanyak MacPherson Strut. Selain karena biaya produksi yang mahal, perawatannya lebih rumit dan lebih mahal juga. Kompleksitas strukturnya juga membuat Double Wishbone tidak setangguh MacPherson Strut.
Suspensi Double Wishbone banyak diadopsi oleh mobil sedan, hatchback menengah ke atas, dan mobil lainnya yang membutuhkan pengendalian yang baik ketika dipacu pada kecepatan tinggi. Suspensi Double Wishbone umumnya lebih stiff (kaku) daripada MacPherson Strut.
Kelebihan:
- Posisi chamber cenderung tetap ketika suspensi mengayun
- Guncangan ke kanan dan ke kiri minim karena ayunan suspensi tegak lurus
- Handling dan stabilitas lebih baik
- Ruang fender bisa diminimalkan agar tidak terkesan cingkrang
Kekurangan:
- Konstruksi lebih rumit
- Biaya produksi lebih mahal
- Bobot lebih berat
- Perawatan lebih rumit dan mahal
Suspensi Mana yang Lebih Baik?
Kesimpulannya keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Suspensi MacPherson Strut yang sederhana lebih mudah dan murah dalam perawatannya serta lebih tangguh. Disisi lain, Double Wishbone menawarkan handling yang lebih baik dan lebih stabil dalam kecepatan tinggi.
Menentukan suspensi tergantung pada kebutuhan dan fungsinya. MacPherson Strut cocok diaplikasikan pada mobil sehari-hari karena lebih efisien dalam hal biaya perawatan. Jarak main suspensi yang lebih panjang juga memungkinkan pengaturan suspensi yang lebih fleksibel untuk mendapat ayunan yang empuk. Sebaliknya, Double Wishbone cocok diaplikasikan untuk mobil yang sering dipacu pada kecepatan tinggi. Stabilitasnya meningkatkan keamanan dalam bermanuver dan menikung.

Source : Otomotif / Apr 06 2018 in Mobil by Class

Minggu, 13 Mei 2018

8 Tip Jitu Membuat Pitch Deck yang Memukau

Kamu pasti pernah berada dalam satu segmen presentasi yang membosankan. Si pembicara hanya membaca barisan teks yang berukuran sangat kecil dari puluhan slide PowerPoint yang juga tidak didesain dengan baik. Sebaliknya, mungkin kamu juga pernah melakukan hal yang sama saat melakukan presentasi.
Kesalahan tersebut bisa berdampak fatal bila presentasi tersebut diajukan kepada calon investor (pitch deck). Berbeda dengan presentasi pada umumnya, pitch deck merupakan presentasi singkat berbentuk slide yang memberikan audiens informasi umum tentang bisnis yang akan atau sedang kamu jalani.
Menggantungkan keberuntungan pada desain belum tentu bisa membawa pitch deck kamu pada sekantung dana segar dari investor. Subtansi dari sebuah pitch deck tetap yang utama karena ialah yang membantumu mengomunikasikan konsep, memperjelas detail, dan inti penting dari bisnismu.
Sekilas pitch deck memang serupa alat untuk memancing ketertarikan dan perhatian investor, namun tanpa ide dan eksekusi yang baik ia tidak akan menghasilkan apa-apa. Untuk membantumu membuat pitch deck yang memukau, simak delapan tip jitunya berikut ini:

Bangun narasi yang kuat

pitch deck
Informasi yang dikemas dalam bentuk poin-poin cenderung monoton dan kurang menggugah investor. Jual visi perusahaan dan kelebihan produkmu melalui narasi yang melibatkan pikiran dan imajinasi mereka. Ketika mereka mulai percaya padamu dan visi perusahaanmu, nilai jual perusahaanmu di mata investor akan melesat naik.
Narasi yang kamu bangun ini bergantung pada stage startup milikimu. Bila kamu masih berada di early stage, pitch kamu akan lebih banyak bercerita tentang keuntungan yang bisa mereka dapatkan. Sebaliknya, jika startup milikimu sudah berkembang pitch kamu akan lebih bercerita tentang traksi dan rencanamu ke depan.

Gunakan visualisasi

pitch deck
Ekosistem startup sendiri tengah naik daun. Dalam perang pencarian dana ini, kamu tidak sendirian. Ada ratusan bahkan ribuan startup lain yang berebut perhatian investor. Kamu harus mampu bersaing dan keluar sebagai pemenang. Salah satu caranya adalah visualisasikan pitch kamu sebaik mungkin. Gunakan diagram, ilustrasi, dan gambar yang menarik perhatian. Setidaknya gunakan satu gambar per slide yang memvisualisasikan informasi dalam slide tersebut dengan baik.

Adakan demo singkat

pitch deck
Perusahaan modal ventura berbasis di Singapura, Rebright Partners menekankan kepada pengusaha untuk melakukan demo singkat terlebih dahulu untuk meyakinkan investor, sebelum mulai bercerita tentang pendiri dan aspek bisnis lainnya. Demo singkat ini membantu investor untuk mengetahui apakah produkmu bakal menguntungkan di masa depan.
Di sisi lain demo singkat saat pitching juga menunjukkan bahwa kamu sudah melakukan sesuatu untuk bisnismu, bukan hanya sekadar gagasan belaka. Jika kamu belum memiliki produk atau prototipe, fokuslah pada minimum viable product (MVP).

Batasi pitch deck maksimal 10-15 slide

pitch deck
Jika kamu melihat contoh pitch deck dari berbagai startup terkenal, kamu pasti menemukan satu kesamaan. Meskipun produk dan layanan yang ditawarkan berbeda, semuanya dikemas secara ringkas dalam slide yang jumlahnya tidak lebih dari 15 slide.
Sebagai alternatif, kami menyarankan untuk membuat pitch deck dengan kisaran antara 10 – 15 slide. Jadi, jangan biarkan calon investor potensialmu jenuh dengan puluhan slide, ya!

Pelajari pitch deck perusahaan yang terlebih dulu sukses

pitch deck
Bila kamu masih kebingungan dalam membuat pitch deck, kamu bisa memulainya dengan mempelajari pitch deck dari perusahaan yang lebih dulu sukses. Selain menjadikan kesuksesan startup sebagai acuan, sebaliknya kamu juga perlu belajar dari kesalahan pendahulu sebelum kamu, karena seperti yang dikatakan orang bijak, “belajarlah dari kesalahan dan keberhasilan orang lain”.

Tidak perlu menjual janji yang terlalu tinggi

pitch deck
Investor sangat menyukai kesempatan dan kemungkinan yang ada, tapi bukan berarti mereka bisa ditipu dengan janji-janji manis akan keuntungan besar di masa depan tanpa adanya dukungan dari data yang valid.
Pembicaraan yang manis memang dapat membawa obrolan lebih mengalir. Namun pastikan kamu mengungkapkan informasi sesuai fakta yang ada. Seperti yang dikatakan oleh Global Founders Capital, investor terlatih secara profesional mendengarkan dan memperhatikan nada dan gaya komunikasi. Mereka bisa mendeteksi kata-kata yang dilapisi omong kosong bahkan dari slide pertama!

Hindari penggunaan data dan statistik yang tidak up to date

pitch deck
Investor mengharapkan kamu mengetahui tren dan perkembangan terbaru terkait industri yang kamu rintis. Bagi mereka, hal tersebut mencerminkan kemajuanmu dan bisnismu sendiri. Jangan sampai ada angka dan stastistik lama yang tidak relevan muncul dalam salah satu slide, ya!

Jangan menampilkan slide yang hanya memuat teks

TIA Jakarta 2017 | Image: Pitch Deck
Bayangkan kamu duduk manis dalam satu sesi presentasi yang keseluruhan slide hanya berisi teks. Tidak menyenangkan, bukan? Bila kamu melakukannya pada pitch deck milikmu, sebaiknya kamu tidak berharap terlalu jauh.
Pastikan setiap slide memiliki satu fokus pesan saja. Tulis dalam bentuk headline dan jelaskan secara detail selama presentasi. Kamu bisa menggunakan aturan 10/20/30 dari Guy Kawasaki: 10 slide dalam waktu kurang dari 20 menit dengan ukuran font minimum 30 poin.

Source : Elvina Taher ( Tech in Asia )


Meyakinkan Investor dengan Business Plan, Bagaimana Caranya?

Ikhtisar
  • Membuat rencana bisnis akan membantumu dalam mengembangkan visi secara menyeluruh serta mengembangkan strategi yang tepat.
  • Beberapa poin yang harus kamu sertakan dalam rencana bisnismu antara lain analisis industri dan kompetitor utama, struktur organisasi bisnis, rincian produk atau layananmu, dan sebagainya.

Bayangkan saat ini kamu dan partner tengah merencanakan perjalanan ke luar kota untuk menghadiri sebuah pernikahan. Kamu berencana untuk berkendara dengan mobil agar lebih menghemat uang dan bisa jalan-jalan ke daerah sekitar kota tersebut.
Partnermu tidak terlalu yakin dengan idemu sebab tidak ada satu pun di antara kalian yang mengetahui jalan menuju kota tersebut. Ia mengingatkanmu bahwa kalian berdua harus tiba tepat waktu.
Kamu yakin idemu cukup bagus. Lalu bagaimana cara meyakinkan partnermu? Setidaknya ada dua cara untuk kasus ini:
  • Kamu menunjukkan peta dan rute terdekat yang akan kalian tempuh, hotel untuk menginap dan perkiraan waktu tiba di acara pernikahan.
  • Meyakinkannya bahwa kalian akan sampai tepat waktu dan memintanya harus percaya saja padamu.
Mana yang akan kamu pilih?
Jika kamu memilih opsi kedua, partnermu akan semakin ragu untuk pergi. Sebab ide brilian dengan perencanaan yang teliti dan saksama akan lebih meyakinkan. Lebih baik lagi, bila rencanamu dicatat sehingga kamu atau partner tidak perlu khawatir saat di perjalanan.
Nah, sekarang bayangkan kalau orang yang harus kamu yakinkan ini adalah seorang investor. Bagaimana cara membuatnya percaya dengan potensi bisnismu?

Mengenal business plan

business plan
Rencana bisnis (business plan) membantumu untuk memetakan jalan mencapai tujuan bisnis serta memberikan gambaran mengenai perkembangan bisnismu dalam jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun atau beberapa tahun).
Membuat business plan akan membantumu:
  • mengembangkan visi secara menyeluruh
  • mengembangkan strategi yang tepat
  • membuat seluruh tim lebih memahami tujuan bisnis
  • membuat tim kamu mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil
  • membuat bisnismu terlihat semakin meyakinkan di mata investor, partner, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Lalu bagaimana cara membuat business plan? Semua langkah-langkah yang kamu perlukan sudah kami rangkum di bawah ini. Kamu dapat memulainya dengan menulis rangkuman bisnis, kemudian membuat detail perusahaanmu:
  • Tulislah secara singkat nama bisnis.
  • Produk yang kamu tawarkan.
  • Target audiens
  • Tujuan yang ingin kamu capai.
Misalnya, kamu merupakan perusahaan pemesanan travel yang menawarkan beragam pilihan hotel, tiket pesawat, dan tiket kereta untuk para pelancong berusia 20 sampai 45 tahun. Tujuan yang ingin kamu capai adalah menjadi situs booking travel nomor satu di Indonesia. Maka, informasi perusahaanmu mencakup:
  • Seluruh anggota tim seperti CEO, bagian pemasaran, desainer, developer dan sebagainya.
  • Lokasi perusahaan
  • Jenis industri
  • Cara kerja produk
  • Profil singkat dari beberapa jabatan penting dalam perusahaan seperti kepala bagian pemasaran, direktur, manajer dan lainnya
  • Kamu juga dapat mencantumkan jabatan yang sedang buka lowongan.
Jika kamu merupakan perusahaan baru, rangkuman ini juga harus mencakup kemampuan dan latar belakang anggota tim. Lalu jelaskan mengapa mereka dapat menguntungkan perusahaan.

Analisis industri dan kompetitor utama

business plan
Langkah selanjutnya adalah, menulis rangkuman singkat mengenai industri yang kamu pilih. Jelaskan perkembangan dan tren yang memengaruhi industri serta peluang perusahaanmu dalam industri tersebut. Kemudian, pikirkan pula kompetitor bisnismu:
  • Jelaskan pemain utama dalam industri tersebut
  • Pangsa pasar yang mereka kuasai
  • Pasar yang kamu bidik.
Selain menuliskan kompetitor bisnis, kamu juga perlu menjelaskan audiens yang kamu sasar, seperti:
  • Demografi
  • Geografi
  • Psikografi (value, personality, opini, sikap, hobi dan lainnya)
Jelaskan cakupan dari target pasar tersebut dan potensi penjualannya. Lengkapi juga dengan penjelasan mengenai caramu memenuhi kebutuhan mereka.
  • Apa kelebihan dari bisnismu?
  • Apa saja kemampuanmu yang tidak dimiliki oleh pesaing?
  • Teknik apa yang kamu lakukan dalam memenuhi kebutuhan audiens?

Struktur organisasi bisnis

business plan
Di sinilah tempatmu mengungkap orang-orang dibalik layar serta peran yang mereka lakoni. Masukkan bagan organisasi untuk semua jabatan termasuk yang belum ditempati. Dengan begitu kamu sudah memastikan setiap tugas dipertanggungjawabkan dan tidak ada tumpang tindih antara jabatan satu dan lainnya.
Kemudian, tunjukkan struktur kepemilikan perusahaan. Mulai dari struktur hukum, kepemilikan saham dan persentase bisnis.

Rincian produk atau layanan yang ditawarkan

business plan
Business plan juga harus memuat produk atau layanan secara rinci. Tuliskan informasi penting mengenai produk atau layanan, meliputi product stage, teknologi dan desain yang digunakan. Tambahkan juga catatan penelitian atau pengembangan yang telah dan akan dilakukan. Jangan lupa untuk menyebutkan paten yang sudah kamu miliki, karena hal tersebut bisa menjadi nilai plus untuk bisnismu.

Strategi marketing dan sales

business plan
Untuk bagian marketing, kamu dapat menjelaskan brand identity dari perusahaanmu seperti dari tone of voice yang dipilih, warna, citra dan visual yang digunakan. Kemudian jelaskan channel pemasaran yang kamu pilih serta strategi dari masing-masing channel tersebut.
Sedangkan untuk sales, tuliskan langkah yang kamu ambil untuk mendongkrak penjualan serta caramu menyinergikan strategi marketing dan sales agar berjalan beriringan.

Total funding yang kamu butuhkan

business plan
Bagian akhir dari sebuah business plan harus menyediakan rincian dana yang dibutuhkan perusahaan, seperti:
  • Jumlah dana yang kamu butuhkan saat ini
  • Jangka waktu penggunaan
  • Total dana yang kamu perlukan di periode selanjutnya
Rincian dana ini dapat meliputi dari biaya operasional, penelitian dan desain, gaji, perekrutan dan lain sebagainya.
Sertakan pula informasi keuangan saat ini, angka penjualan bulanan dan tahunan, neraca, anggaran belanja modal dan proyeksi bulanan untuk tahun pertama (jika perusahaanmu sudah beroperasi lebih lama, proyeksikan keuangan dalam lima tahun terakhir).
Jika kamu memiliki beberapa produk, masukkan pendapatan berdasarkan jenis produk. Rincian keuangan yang jelas, tidak hanya berguna untuk investor namun juga membantu kamu memahami keuangan perusahaan dengan baik.
Semua orang, tidak terkecuali investor, menyukai desain dan warna-warna yang menarik. Sisipkan grafis yang merepresentasikan data dan bisa memudahkan pembacamu nanti.

Source : Elvina Taher ( Tech in Asia )

Rabu, 25 April 2018

2018 event trends that will shape the event industry

The year is almost up, and 2018 is just around the corner. We are seeing 2018 event trends starting to emerge. It’s clear that this past year was an innovative one for the events industry, with technological trends taking center stage in almost all aspects. And yes, there are no signs that the event tech juggernaut will be stopping next year. But that could take a decidedly different route than it had before, based on this new report. Before you start planning any events with these trends we suggest you head over to our free event budget spreadsheet, we know you will want to make room in the budget for a few of these epic trends!
Most of the 2017 event trends were focused on merging the realm of the real and the virtual. Mixed reality is fast becoming an event staple, with new devices that support it becoming available (and affordable) to the public. Touch technology continues to engage our tactile senses, making digital wonders more tangible to event goers. On-demand services break through the time barrier, and AI technology now has a global presence, from the moment the attendees register to the moment they answer post-event surveys.
Previously novel ideas have also become more mainstream. Crowdsourcing has become the rule, resulting in highly engaging events. Venues have moved away from stadiums and convention centers, and into pop-up spaces and other non-traditional locations. Events are also more fluid, as organizers now rely heavily on data to make real-time decisions to change the course of the event for the better.
Despite all that, the priorities of the events industry have been subtly shifting behind the scenes, and the next year may see something different in the spotlight. While technology will still play a major role in the quest to create a personalized and high-impact experience for audiences, it will likely play more of a supporting role with many events going back to some all-important basics. Recent headlines, for example, have led industry professionals to re-evaluate the matter of event security. The concept of engagement is also moving away from numbers on a chart to live monitoring and real-time adjustments. Let’s have a look at what 2018 event trends have in store for us.

2018 Event Trends:

  1. Event Safety and Security: Going Back to Basics
  2. Going All Out with Engagement
  3. Virtual Attendees Get More Love
  4. Infusing Local Flavor to Events
  5. Unique Venues Make Bold and Memorable Statements
  6. Customization Creates Personalized Event Experiences
  7. Artificial Intelligence Provides Much Needed Event Assistance
  8. Big Data and Crowdshaping: The Man Behind the Curtain
  9. Foster Sustainable Events
  10. Let them Unplug: Allowing for Mindfulness
  11. Make Your Event’s “Why” Crystal Clear

Event Safety and Security: Going Back to Basics

The Las Vegas Shooting incident last October has sent the industry into a flurry. Before the tragic event, the idea of event security has been mostly an afterthought.  This incident, along with other tragic incidents and with spate of natural disasters that swept the globe within the year, has made safety and security an important issue for events organizers.
Aside from ensuring that the entire event setup is resistant to the elements and staffed by qualified security personnel, the following guidelines will see a wider adoption in 2018:
  • Better coordination not only with local law enforcement but also with experts such as meteorologists to properly gauge safety measures.
  • A better focus on event security planning, which includes requiring contractors to produce relevant documents such as insurance certificates.
  • The widespread use of technology like in-app crowd trackers, people counters, heat maps that show foot traffic, and more.
Safety and security aren’t just about what goes on during the event physically. A recent uptick in digital exploits has also made cybersecurity measures a mandatory inclusion when planning events. The in-app crowd trackers mentioned above, for example, might contain personally identifiable data that hackers could collect and exploit. On the digital front, we’ll be seeing a few of these event app security measures implemented on the websites and other technologies we use for our events:
  • Wider adoption of SSL to secure data access and delivery.
  • The inclusion of data management into event plans.
  • Actively rejecting data that can be seen as too personal (bank account information, etc.)
  • Digital security measures set in place that align with the goals of the event.
  • More focus on purging data collected during an event after it’s done versus archiving and storing it.

Going All Out with Engagement

Of course, the core of any event still lies with the message it delivers (or attempts to deliver, as may be the case). It all depends on how well the event engages its audience in order to drive its message home.
While we definitely look forward to having some high-definition mixed reality experiences this coming year, we’ll also be seeing more events that deliver a holistic experience by engaging all the five senses. Audio and video are staples when it comes to this, but have you ever went to an event that really engaged your sense of smell or taste? In fact, a well-crafted multi-sensory event can provoke interest before, during, and even after an event.
These are just some of the upcoming creative possibilities that can help activate all of your senses during an event:
  • Immerse the participants in the smell of the products being endorsed, using scent-generating machines or simply by amplifying the scent of the product.
  • Add more hands-on displays that encourage the sense of touch.
  • Promote audience alertness by creating multi-sensory recreation in between sessions.
  • Take time to select and integrate textures, scents, mood-setting soundtracks, and visual techniques when planning events.
  • Integrate creative spaces within event venues to better engage the senses and stimulate discussion during an event.

Virtual Attendees Get More Love

Virtual reality is here to stay but that doesn’t just mean taking event goers to other dimensions. It also means taking others outside the event and letting them to engage as if they were actually part of it in person.
First off, it’s important to define what virtual reality (VR) is in comparison with augmented reality (AR) and mixed reality. Virtual reality is a simulation of a real-life environment, focusing on stimulating the vision and hearing. Augmented reality, on the other hand, anchors these computer-generated images on a real-life object, allowing one to experience the two simultaneously (think Snapchat filters). Finally, mixed reality combines both VR and AR for maximum impact.
Of the three, VR is the easiest to implement. Virtual reality is something anyone with a mobile device can experience. You can use it for marketing and promotions like virtual tours, or product demos, to using it to create an entire virtual experience such as a game.
But one of the most powerful uses of VR is letting people, both speakers, and attendees, to break the barriers of time and distance.
Check out the following VR trends that will see an increasing prevalence this 2018:
  • Allow virtual speakers to take the stage. While we already do this to some extent with screens, a 3D visualization adds a certain depth to the speaker’s virtual presence.
  • Create virtual meeting places and let virtual attendees actively participate in discussions and the event journey.
  • Host digital hangouts that add a new dimension to networking and interaction. These hangouts can be accessed at any time during the event to engage other participants, speakers, and virtual audiences right from your device.

2018 event trends

Infusing Local Flavor to Events

When we hear the words “local flavor”, we often take it to mean letting attendees taste the local cuisine. However, we can go above and beyond just food in the name of creating a powerful event experience.
Local flavor means adding something unique to the location, something that they cannot have anywhere else. Aside from the food, you can add local culture, scenery, history, and more.
However, there are downsides to going local. Trying too hard could result in a bad experience for your audience, especially when they feel that they are being pushed too hard into the local scene. So try to keep the balance between inclusion and localization in your events
Here are some ways that local flavors will play a role in 2018’s events:
  • The local terrain will be part of the event’s attraction. Guided tours, dinners, receptions, and more will showcase the best of the event venue. We will see an increase in off-venue experiences.
  • Gifts and souvenirs will also carry a local flavor.
  • Event professionals will spend more time curating the best local experience for attendees. This will be done by offering travel guides, itineraries, “Best Of” guides, and more.
  • Event goers will have opportunities to share interesting local experiences, letting them give off a “wish you were here” vibe to non-attendees.

Unique Venues Make Bold and Memorable Statements

Forever gone are the days when events were confined to four walls. Conventional layouts still do exist, such as theaters and classrooms, and they’re still great for lecture-heavy conferences and workshops. However, these aren’t what you would want for your upcoming events if you don’t want to give your audience a single opportunity to get bored.
Instead, take advantage of unique event layouts and venues, such as cabaret-style locations that foster interaction while giving everyone the space they need. If you need everyone to be close to both each other and a central demo or entertainment, you can also arrange the seats in a herringbone arrangement. Different layouts can serve different purposes as needed by your event.
The 2018 event trends also dictate that the venue itself should reflect the personality, values, and statements of the event. A company with an eco-friendly image would not want to hold an event in an industrial setting, for example. In the same way, a fashion-forward brand would not want to use a common convention center as its event locale.
Ideally, venues should also make an impression immediately, even before one sets foot on the location. These are those venues that integrate an experiential aspect to events. These include unique places like castles and museums. Some extraordinary venues to consider are:
  • China’s Shanghai Tower, and its amazing heights.
  • London’s The Printworks, with its authentic industrial setting.
  • Singapore’s Gardens by the Bay, with its majestic ocean views.
  • San Francisco’s Exploratorium and its public laboratory.

Customization Creates Personalized Event Experiences

Events now use tech to gather attendee preferences and discern patterns in activity, letting organizers create a curated experience that ensures maximum impact and engagement for each participant.
Customization also means allowing event participants to direct not just their own journey but also change the event as a whole. Event apps can be used to send questions and prompts, giving the audience the power to influence what happens next.
Here are a few things we will see in the realm of event customization next year:
  • Event planners will incorporate new “event paths” depending on audience response to prompts and questions. This means that it’s possible to run similar events but have different experiences in each one.
  • Venues will contain more interactive items, from the basic photo walls to digital displays that can be influenced by attendee participation. Look forward to more Tweet walls, LED displays, crowd-responsive lighting, and so on.
  • Customization also gives way to comfort, with lounges and various amenities that offer a myriad of activities becoming a common sight in future events.

Artificial Intelligence Provides Much Needed Event Assistance

Artificial intelligence (AI) has played a major role in this year’s events, and its dominance will continue well into 2018. Aside from in-venue fixtures that implement AI elements, event goers will also have them in their pockets in the form of event apps and chatbots.
The battle between event apps and chatbots rages on, but ultimately which one you choose will depend on your event and expected audience. Bigger events that need to showcase a lot of material to their audience could invest in a full-fledged app that utilizes an AI to answer the attendee’s common questions. This type of AI can also gather data about common audience questions, helping both identify pain points and provide solutions to them.
On the other hand, smaller events can benefit from chatbots built into the commonly used apps for your audience such as Facebook Messenger. This lets event goers get the same answers to common questions without having to install a separate app. The familiar interface also eliminates any learning barrier.
The following ideas will help push artificial intelligence as a helper for future events:
  • On-demand AI will range from a registration assistant to a virtual concierge. It can start as a session reminder and eventually evolve to suggest the best activities to do next, even provide personal assistance.
  • Chat AI and event apps will be integrated into each event’s social media strategy. Event professionals will be investing more time in making items more “shareable” online, increasing the reach of the event.

Big Data and Crowdshaping: The Man Behind the Curtain

While we want to empower our audiences, we still want to make sure that we are in firm control of the event’s outcome. Thus, we’re seeing an increased focus on the analysis and interpretation of big data, and the advent of crowdshaping.
Crowdshaping means diverting the crowd of attendees into specific places or experiences in an event to influence their experience. The first step is collecting information. This can range from crowd demographics, answers to survey questions, movement data, session attendance, and a lot more. Afterwards, we feed the data into big data algorithms that will translate the numbers into trends and insights.
The tricky part isn’t the analysis though: it’s acting upon the data. That’s why many event planners now use event industry-specific project management software as well. An event organizer can make real-time and data-based decisions based on attendee inputs, both active and passive.

Foster Sustainable Events

Sustainability has also been a trending idea lately, especially since all the negative effects of our unsustainable practices are now coming back to haunt us. Sponsors and brands are now extending their mantra about social responsibility into the events they hold.
One of the most common ways to foster sustainable events is to go paperless. One way is to use digital replacements like apps and emails instead of handing out paper materials such as brochures, schedules, and more. And if you simply cannot avoid using paper, you can also think about using recyclable, recycled or reusable materials instead.
Social responsibility doesn’t stop with simply becoming eco-friendly. You can also include the following activities when thinking about creating a sustainable event:
  • Support local businesses by using them as suppliers for your events. This generates job and income for locals and can help showcase the local flavor, too.
  • Integrate charitable activities in the framework of the event, and give back to the local community this way.

Let them Unplug: Allowing for Mindfulness

Rest periods are just as important as periods of activity. Downtimes let participants de-stress and process what they have learned during the event.
That’s why it’s important to give attendees a chance to rest and to break away from their devices. We expect to see the following trends during events next year:
  • WiFi “dead zones” where event goers can go to stay away from tech.
  • Comfortable seats, further improved by mood lighting and ambient sounds that promote relaxation.
  • Structured breaks that allow attendees to recuperate and reflect on their learnings.

Make Your Event’s “Why” Crystal Clear

While we might know the ins and outs of event planning, one thing we must always remember to communicate well is the “why” of the event. This is something that should resonate throughout the entire gathering. It’s a purpose that should strike the audience as its most memorable feature. Everything else about the event has to point to its “why”.
To the event organizer, this means getting into the mind of the client and understanding their purpose for the event before laying the groundwork. Once you understand the reason for holding the event, let it spread out by providing attendees relevant information beforehand. Then, start building on it through a purpose-focused agenda during the event. After the event, track the engagement of your event goers and find out how well the “why” had stuck with them.
The 2018 event trends we’ve read earlier tell us that this year will be one of purpose-driven and value-added events. Try the following to further enhance your audience’s connection to your event’s “why”:
  • Add value to giveaways. For example, print an event overview at the back of nametags to drive home the event’s purpose.
  • Share clear and relevant takeaways.  Show the audience that their time is valued.

Which Trends Will You Use?

So there you have it, these are the 2018 event trends. They will push the industry forward. There will be a strong need for event safety, new tech trends, and ways to keep your audience engaged.
Want to learn more about trends affecting the industry? Subscribe to our blog to keep up with the latest trends and news.
Want to see how last year looked in comparison? Check out our 2017 event trend blog.
For event planners like you who want to be the innovators of the industry, it’s time to take a close look at each of the above trends and see which ones can implement in your next event. Remeber don’t only do something because it’s trendy, make sure you have a reason, it’s memorable and something with impact.

Source : Endless Event

Rabu, 14 Maret 2018

Rules for Sons: ( Raphael Miguel Wairata )

1. Never shake someone’s hand while you are in a seated position.
2. Don’t enter a pool by the stairs.
3. Being the man at the BBQ Grill is the closest thing to being king.
4. In a negotiation, never make the first offer.
5. Request the late check-out.
6. When entrusted with a secret, keep it.
7. Hold your heroes to a higher standard.
8. Return a borrowed car with a full tank of gas.
9. Play with passion or not at all…
10. When shaking hands, grip firmly and look them in the eye.
11. Don’t let a wishbone grow where a backbone should be.
12. If you need music on the beach, you’re missing the point.
13. Carry two handkerchiefs. The one in your back pocket is for you. The one in your breast pocket is for her.
14. You marry the girl, you marry her family.
15. Be like a duck. Remain calm on the surface and paddle like crazy underneath.
16. Experience the serenity of traveling alone.
17. Never be afraid to ask out the best looking girl in the room.
18. Never turn down a breath mint.
19. A sport coat is worth 1000 words.
20. Try writing your own eulogy. Never stop revising.
21. Thank a veteran. Then make it up to him.
22. Eat lunch with the new kid.
23. After writing an angry email, read it carefully. Then delete it.
24. Ask your mom to play. She won’t let you win.
25. Manners maketh the man.
26. Give credit. Take the blame.
27. Stand up to Bullies. Protect those bullied.
28. Write down your dreams.
29. Always protect your siblings (and teammates).
30. Be confident and humble at the same time.
31. Call and visit your parents often. They miss you.
32. The healthiest relationships are those where you’re a team; where you respect, protect, and stand up for each other.


Source : 
The rules were adapted from the “whatgirlswant” blog on Tumblr

Jumat, 09 Februari 2018

Cara membuat iklan yg menarik

Selain pandai memperhitungkan rugi dan untung. Sebagai seorang pelaku bisnis, kamu juga dituntut untuk berfikir secara kreatif agar produk-produkmu dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu cara untuk memasarkan produk tersebut adalah dengan memasang iklan. Sayangnya sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang kerap menghindari atau melewatkan iklan begitu saja.


Nah, agar mampu menarik perhatian masyarakat dibutuhkan trik khusus untuk membuat iklan yang menarik. Lalu bagaimana cara membuat iklan yang menarik agar banyak masyarakat ikut menikmati dan mengingat iklan tersebut? kumparan (kumparan.com) berikan tipsnya!
1. Memilih Tempat Beriklan yang Tepat 
 Sebelum membuat iklan yang unik dan menarik, tentukan tempat beriklan lebih dulu. Carilah tempat yang sering dilihat dan dilalui banyak orang. Dengan begitu, kemungkinan besar iklan yang kamu buat banyak dibaca oleh masyarakat yang berminat dengan produk yang diiklankan. 
2. Buat Judul atau Slogan Unik 

Supaya menarik minat masyarakat untuk membaca iklan, gunakanlah bahasa yang lugas dengan pilihan kata yang tepat. Dalam hal ini, judul iklan memiliki peran yang penting. Jadi, buatlah judul atau slogan unik dan semenarik mungkin agar mampu membuat masyarakat penasaran untuk membaca iklan lebih lanjut. 
3. Memperhatikan Detail Desain
Sisi desain juga patut dipertimbangkan saat membuat iklan, seperti penggunaan font, gaya penulisan, kombinasi warna, dan lain sebagainya. jika ingin membuat banyak iklan, pastikan kamu sudah memiliki konsistensi penggunaan warna, jenis font, serta menyertakan logo produk agar mudah diingat masyarakat. 
4. Berikan Penawaran yang Menarik
Memberikan penawaran yang menarik merupakan salah satu cara agar dapat menarik calon konsumen. Cantumkan penawaran tersebut dalam iklan, misalnya penawaran gratis ongkos kirim (ongkir), potongan harga, buy one get one free, dan lain sebagainya. 
5. Menampilkan Tokoh Penting dan Terkenal
Kini iklan zaman now lebih banyak memanfaatkan ikon yang dicintai masyarakat guna produknya dapat dipercaya dan diterima masyarakat. Tak jarang juga banyak iklan yang menampilkan tokoh penting dan artis terkenal sehingga membuat masyarakat penasaran. Sebab semakin kreatif, iklan tersebut akan semakin menarik perhatian masyarakat. 
Source : Kumparan.com

Kamis, 08 Februari 2018

Berkunjung Langsung ke Garage Sang Pencetus BratStyle

Brat Style salah satu garage di Jepang yang keberadaannya cukup dikenal bagi custom enthusiast di Indonesia. Garage milik Go Takamine ini identik dengan karyanya yang simple dan banyak menjadi insiprasi builder-builder di Tanah Air. Perjalanan tim Gastank Magazine berasal di Jepan Tahun ini, kami berkesempatan mengunjungi langsung bengkelnya yang berada di Tokyo.
Sedikit membahas tentang historinya, Brat Style menjadi salah satu genre yang paling banyak diadopsi oleh para penggila custom. Style ini punya tampilan ‘bandel’ sehingga cocok hampir untuk segala medan. Jauh sebelum genre ini banyak diadopsi, kata Brat Style ini awalnya adalah sesederhana merupakan nama dari custom shop milik Go Takamine di Jepang, yang sudah ada sejak 1997.

Pada saat itu, Go Takamine kerap membangun custom bike dengan style unik, rideable, fun, namun tetap seimbang dengan ciri khas tersendiri. Pada akhirnya, Brat Style terus berkembang dan secara tak langsung mendorong Go Takamine berada di puncaknya, sebagai salah satu world custom builder.
Salah satu puncak dari pencapaiannya, Takamine sempat mendapat kepercayaan oleh dua pabrikan utama di Jepang, Yamaha dan BMW untuk membangun motor yang baru diluncurkan namun dalam versi desain custom. Asyiknya motor-motor baru yang di garap Go Takamine ini Yamaha SR400 dan BMW R9T didesain sesuai dengan karakter Brat Style.

Saat kami  mampir ke workshop yang menjadi satu dengan gerai Brat Style, Go Takamin sedang sibuk mempersiapkan motor-motor untuk balap fun race Brat Style Flat Track Party yang berlangsung kawasan Saitama. “Ini bukan balap serius hanya fun race saja sambil nikmati bbq bersama teman-teman,” ujarnya.

Workshopnya sendiri terbilang besar dan menempati jalan yang cukup straregis di Chome, Akabanekita, Kita, Tokyo. Bagian lantai bawah selain sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk display produk apparel Brat Style dan motor-motor custom hasil karyanya.
Lantai bawah berbagi dengan areal bengkel service yang ada pada bagian sebelah kanan gedungnya. Sedangkan untuk lantai dua dimanfaatkan untuk meyimpan beragam part dari berbagai motor produksi Eropa dan Amerika lawas.

Well bisa kita bilang, Go Takamine merupakan founding father-nya aliran Brat Style. Selain di Jepang, Takamine juga memiliki cabang di Long Beach, California dengan nama Brat Style USA. Builder yang kini disponsori oleh salah satu produk jam Timex  sudah tinggal di Negeri Paman Sam bersama pasangannya Masumi sekitar hampir 3 tahun.

Source : Gastank Magazine

 http://gastankmagazine.com/wp-content/uploads/2018/02/bratstyle-japan-5.jpg

Rabu, 07 Februari 2018

Adidas X Bombtrack

 Adidas x Bombtrack collaboration bike

The opportunity to work on a collaboration project doesn’t come along very often, so when Adidas approached us about producing a limited number of fixed/track bikes we couldn’t believe it. 

After we saw the preview of the bags and accessories Adidas had in the works, we knew that we could do something really cool in carrying this look into the bike.

The Street Crew accessories offered not only some cool colours for the bike, but lots of details that we could play around with and incorporate into the design. 

The two tone muted greens were an excellent starting point, and we were keen to carry the neon stripe detailing into the bike and create a sporty and dynamic look.  We rounded off the design with some detailing on the rims, pedals and handlebars that helped cement the bike into this new range from Adidas.

“The vibrant neon detailing enhance the sporty and dynamic look.”

We’re extremely happy with how the bike came out, and are thrilled to have been involved in this collaboration.

These limited numbers of bikes were only produced for promoting the new Street Crew collection, and so can only be seen in a selected 32 Adidas Flagship Stores throughout Europe and Asia.

Source : Google.com

Image result for adidas x bombtrack

Kamis, 11 Januari 2018

BRAND ECOLOGY: Dari 'Awareness' Hingga 'Share of Wallet’:

Hingga akhir abad ke-20 sebenarnya kebanyakan biro iklan masih menjual Awareness kepada para klien mereka. Seluruh sumberdaya Full Service Agency yang terhimpun dalam tiga ekspertis utama yaitu Account, Creative, dan Media ini, atas permintaan klien, diarahkan untuk menciptakan Awareness setinggi-tingginya bagi para produk atau Brand klien terkait. (Lihat gambar Ekologi-1).

Tapi tahun 1993 bermunculan Media Buying Agency, biro iklan yang khusus melayani perencanaan dan pembelian media. Yang mereka tawarkan pun berbeda yaitu capaian atas target-target ROI dan atau KPI. Bukan hanya itu, tapi juga tarif dan rabat 'media space/time/bandwidth' yang lebih murah di bawah label Cost Effectiveness. Tarif dan atau rabat yang mereka tawarkan kepada para pengiklan begitu menggiurkan, membuat banyak klien Full Service Agency mengalihkan pembelian media mereka kepada Media Buying Agency. (Lihat gambar Ekologi-2).

Situasi tersebut membuat banyak Full Service Agency konvensional', baik yang lokal maupun multinasional porak poranda. Ini karena umumnya sekitar 80% pendapatan usaha mereka sebelumnya memang dari pembeiian media. Sebagian dari mereka kemudian mengambil arah lain, menjadi biro iklan spesies baru yang disebut Brand Agency. Mereka menawarkan klien mereka kepiawaian menciptakan dan membangun Brand. Dan yang mereka janjikan pun dikenal dengan jargon Brand Trust & Advocacy. Ini sebenarnya adalah pergeseran dari salah satu ekspertis biro iklan Full Service, yaitu Account Management. Saat itulah lalu dimunculkan istilah Strategic Planning. Bersamaan dengan itu pula, penggalian dan penerapan model IMC (Integrated Marketing Communications) pun mendapat dorongan lebih intensif. (Lihat gambar Ekologi-3).

Tahun berganti tahun, tekonologi dan automatisasi pun kian mengambil alih sebagian (malah banyak yang berpendapat bagian besar) dari pekerjaan Segmentation, Targeting, dan Positioning sesuatu Brand. Layanan yang ditawarkan biro iklan pun harus bergeser lagi. Ini karena muncul tuntuan lain dari para pengiklan yang tidak puas dengan memperoleh Brand Turst & Advocacy. Tuntutan baru para pengiklan adalah Improved Conversion Rate. Maksudnya, biro-biro iklan harus mampu memperbesar porsi orang yang benar-benar membeli, bukan yang sekadar berkunjung pada 'situs jualan' Brand terkait. (Lihat gambar Ekologi-4).

Zaman terus bergulir. Biro-biro iklan yang sudah tiga kali melakukan adaptasi agar jasa mereka tetap relevan dan dibutuhkan, harus terus menciptakan "janji baru" kepada para klien mereka. Tapi meski banyak biro iklan yang belum mapan dengan situasi itu, kini sudah muncul lagi tuntuan baru. Kali ini klien bukan lagi menginginkan tingginya Conversion Rate, tapi Bigger Share of Wallet. Maksudnya, mereka menuntut perolehan yang lebih besar dari "pangsa belanja" dari para pembelanja bagi produk-produk mereka. Pengiklan menuntut biro-biro iklan (termasuk Media Buying Agencies) mampu, secara literal, mendorong konsumen untuk membelanjakan bagian terbesar dari kuota produk dari isi dompet pembelanja untuk Brand mereka, bukan Brand-brand para pesaing. Ini berarti, sasaran komunikasi periklanan seolah-olah bukan lagi khalayak, konsumen, ataupun pelanggan, tapi dompet pembelanja. Ya, ini laiknya sebuah revolusi bagi ilmu komunikasi. (Lihat gambar Ekologi-5).

Begitulah dinamika 'ruaaaar biasa' yang terjadi pada industri periklanan. Pergeseran layanan (baca: janji) biro iklan atau tuntutan para Pengiklan kepada mereka; Awareness - ROI/KPI - Trust & Advocacy - Conversion Rate - Share of Wallet, terjadi hanya dalam waktu sekitar 25 tahun saja. Jadi, jika Anda praktisi ataupun akademisi periklanan, mari terus bersiaga penuh, menyimak "revolusi" apa lagi yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang.||



Source :
BRAND ECOLOGY:
Dari 'Awareness' Hingga 'Share of Wallet’:
Oleh Baty Subakti

Delapan Perubahan Besar Branding Yang Wajib Dipahami Advertiser

Era Advertising yang interuptif berangsur berakhir, salah satunya karena posisi tawar audience dalam transaksi informasi semakin tinggi. Demokratisasi informasi menyebabkan audience memiliki hak lebih untuk menyaring atau menolak informasi, sekaligus menuntut bahwa informasi yang datang kepada mereka adalah informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks audience. Ada yang menyebut era ini secara provokatif sebagai post advertising era. Tapi Janoe Arijanto, CEO Dentsu Strat, menyebutnya sebagai peristiwa transformasi bisnis biasa atau lebih tepatnya, proses redefinisi advertising. Bagaimana advertiser harus memahami fenomena perubahan besar dalam proses branding di era disrupsi ini? Berikut wawancara Tim MIX lengkap dengan Janoe Arijanto. 
Ini adalah lompatan besar dari branding tradisional ke branding di era baru. Tolong tunjukkan perubahan lansekap branding di era baru ini?
Hampir seluruh perubahan besar yang terjadi di proses branding dipengaruhi oleh perubahan teknologi informasi, yang menyebabkan publik bisa berpartisipasi lebih dalam proses branding.
Proses branding diposisikan sama secara sosial dengan dengan proses pengiriman informasi non komersial. Wajar jika proses penyampaian pesan komersial dituntut untuk seamless, genuine dan menyatu kuat dalam konteks sosial ketika pesan itu diterima oleh audience.
Branding adalah sebuah proses, ketika branding diterapkan di landsekap konsumen yang sedang berubah, maka proses itu harus menyesuaikan diri, meninggalkan cara-cara lama dan menerapkan cara baru untuk merespon kenyataan baru. Beberapa point perubahan penting dalam proses branding tradisional ke branding kontemporer adalah sebagai berikut. 
Pertama, berubahnya pengertian konsumen dari khalayak pasif ke khalayak aktif. Konsumen memiliki kemungkinan merespon dinamika brand secara langsung bahkan mempengaruhi bagaimana brand itu dikembangkan. Proses branding bahkan tidak mencari dan menggali insight, tapi mendapatkan kiriman dan limpahan insight yang harus direspon secara langsung dan berbeda-beda. Salah satu kunci utama dari kenyataan ini adalah bahwa brand tidak hanya bertugas memperluas konsumen, tapi mencari konsumen sebagai partner aktif yang akan menjadi pendukung brand secara organik. Wajar jika term audience ditransformasikan lebih kuat oleh beberapa brand menjadi community.
Kedua, polarisasi sosial dan crowd culture memaksa pudarnya titik-titik pusat produksi informasi. Kekuasaan informasi bukan hanya dipegang oleh brand-brand besar, rezim politik pemilik media atau para perancang agenda sosial, tapi oleh publik yang terus menerus memroduksi pesan. Di lansekap seperti ini, brand tidak bisa memaksakan diri untuk menjadi pusat terus-menerus. Brand musti melakukan kolaborasi dengan publik, merespon arus informasinya dan mendesain interaksinya berdasarkan model yang telah berjalan. 
Ketiga, perancangan pesan menjadi perancangan conversation. Model komunikasi ini berlangsung lebih karena kondisi bahwa sudah tidak dimungkinkan lagi mengirim pesan satu arah dan mengontrol arusnya secara teratur. Brand tidak bisa lagi mendesain flow yang kaku ketika conversation telah dikirim, karena produksi pesan dan sharing hampir sepenuhnya dikendalikan oleh publik. 
Keempat, brand harus mengubah model kampanye dari sekadar mengirim pesan dan berbicara ke arah ajakan untuk bergerak, berpartisipasi merasakan pengalaman langsung. Di sinilah fungsi user experience design, tidak sekadar diartikan sebagai antar muka sebuah platform digital, tapi melebar kepada pengamalan langsung yang juga didesain dalam interaksi off line. 
Kelima, model komunikasi bertransformasi ke arah yang genuine, seamless, non-interruptive dan menonjolkan otentitas. Cara penulisan dan visualisasi ini dipengaruhi secara kuat oleh crowd culture, yang mendisain cara bertutur yang casual, langsung dan apa adanya. Brand mengadopsi phenomena itu dengan istilah content marketing, native ad atau context based messaging, segala proses komunikasi yang tidak memaksa konsumen untuk memperhatikan sebuah pesan iklan.
Keenam, perancangan touch point, perancangan media berubah menjadi perancangan engagement dan interactivity. Pola media planning tradisional cenderung berorientasi memasang titik-titik media komunikasi satu arah, sedangkan pola baru menuntut perancangan desain interaksi, siklus sharing dan perancangan conversation secara terus menerus. 
Ketujuh, orientasi komunikasi bukan sekadar berujung pada transaksi, tapi lebih pada memancing relationship yang kuat. Jadi, model ini memaksa brand-brand untuk tidak sekadar berorientasi pada pencapaian target komersial, tapi juga seberapa jauh sebuah brand bisa menjaga relationship-nya dalam berbagai bentuk interaksi dalam waktu yang berkesinambungan.
Kedelapan, akurasi semakin menjadi faktor penting dalam perancangan komunikasi. Small Data dan Big Data, memiliki perhatian yang sama pada kepentingan mendapatkan data yang akurat. Persoalan akurasi adalah persoalan mendapatkan alamat yang jelas, untuk mengirim pesan yang khusus, bukan hanya pada persoalan demografis tapi juga pada konteks konsumen paling kecil sekalipun (micro moment). Di sinilah, big data dan automation harus bekerja sama dengan konten kreatif secara intens.
Perkembangan teknologi digital telah mengubah media consumption di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, perubahan konsumsi media ini telah mempengaruhi lansekap bisnis media. Bagaimana pendapat Anda?
Perubahan bukan hanya terjadi bagaimana publik mengonsumsi pesan dari berbagai media, tapi juga bagaimana publik memroduksi pesan dan menciptakan berbagai macam media. Di sinilah titik perubahan yang signifikan. Yang terjadi sekarang ini, beberapa media tetap bertahan, bahkan tetap dominan tapi berubah fungsinya dalam perancangan komunikasi, lebih karena publik menuntut pelibatan, butuh pola interaksi untuk memproduksi pesan-pesan.
Ada kecenderungan kuat, branding tidak berdiri sendiri, tetapi melebur bersama konten, budaya, dan sebagainya, bagaimana kita memahami situasi dan memaksimalkan peluang ini?
Era Advertising yang interuptif berangsur berakhir, salah satunya justru karena posisi tawar audience dalam transaksi informasi semakin tinggi. Demokratisasi informasi menyebabkan audience memiliki hak lebih untuk menyaring atau menolak informasi, sekaligus menuntut bahwa informasi yang datang kepada mereka adalah informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks audience.
Besarnya arus informasi komersial dalam bentuk iklan, bersaing dengan informasi non komersial lain, bukan hanya secara frekuensi tapi juga dalam persoalan kualitas. Di sinilah point penting perubahan, ketika proses branding tidak bisa lagi memaksakan diri untuk “merampok” perhatian publik.
Syarat bahwa iklan harus relevan, sesuai dengan konteks publik, mengharuskan branding melebur dengan seluruh peristiwa yang sedang dijalani oleh publik dalam kehidupan sehari hari. Masuk ke dalam tema-tema sosial, ada diantara agenda-agenda budaya, dan lifestyle, baik dalam bentuk editorial content yang sederhana, maupun dalam pertemuan-pertemuan langsung, antara brand itu sendiri dengan audience.
Bahkan di tahap itu proses Branding bukanlah melulu persoalan desain komunikasi, tapi juga persoalan bagaimana produk itu dirancang, dilahirkan, didistribusikan, dinikmati, dikembangkan dan diceritakan. Produk yang baik, akan bercerita sendiri secara organik, akan didistribusikan oleh khalayak dalam conversation, cara publik menikmati pun akan menjadi bahan sharing. Di saat itulah proses branding menemui titik idealnya, bukan hanya dirancang komunikasinya, tapi justru mengkomunikasikan dirinya sendiri melalui berbagai cerita tentang produk itu sendiri. 
Bagaimana memproduksi content yang kreatif dan inovatif? Benarkah merek sekarang sulit meraih popularitas?
Content Marketing memiliki bentuk yang beragam, jauh sebelum menyentuh persoalan kreativitas, perancangan konten harus memenuhi syarat dan benar di persoalan pesan, design campaign atau content distribution
Seringkali, para perancang content berkonsentrasi mencari keunikan dan jalan pintas untuk mendapatkan perhatian, namun gagal di persoalan membangun pesan yang tepat. Jika ini terjadi, sebuah program bisa digemari, tapi bisa gagal memenuhi target brand campaign bahkan gagal diidentikan dengan program branding sebuah brand.
Bagaimana pendapat Anda dengan penjelasan kebangkitan crowd culture? Apa kaitannya dengan penjelasan bahwa pada post advertising era, iklan tidak bisa lagi dibuat sekadar untuk placement di media. Kreativitasnya harus kovergen, bisa dieksekusi di berbagai kanal?
Pertama persoalan crowd culture, phenomena ini terjadi karena publik telah menjadi produsen informasi dalam skala massif. Mereka bukan hanya memroduksi informasi, tapi juga menjadi pemilik media dan memiliki massa dalam segmen-segmen yang beragam.
Tidak ada lagi rezim informasi yang menguasai informasi, yang mengendalikan informasi dan mengarahkan sebuah trend adalah crowd. Brand, bahkan harus merespon dan mengadopsi arus crowd culture ini. Landscape ini, secara cepat mengubah disiplin branding menjadi disiplin yang kompleks dan bergerak secara intens melibatkan massa.
Di saat itu, Advertising melakukan redefinisi, melakukan banyak perubahan bisnis model, berkonsolidasi dengan disiplin-disiplin lain, menggunakan teknologi secara intens di waktu yang sama meletakkan manusia dan konteks sosial secara kuat.
Ada yang menamakan secara provokatif sebagai Post Advertising Era, saya secara moderat menafsirkan sebagai peristiwa transformasi bisnis yang menarik untuk diikuti. Justru karena Advertising menemukan interaksinya yang intens dengan disiplin-disiplin lain. Salah satu kenyataan yang harus dihadapi advertising adalah kenyataan tentang Crowd Culture.
Dari gambaran yang ada, kampanye-kampanye pemasaran yang humanistic akan efektif untuk mencapai tujuan brand, tidak hanya untuk awareness, bahkan untuk tujuan penjualan. Bagaimana Anda menanggapi hal itu?
Human centric approach akan selalu menjadi acuan utama para pengelola brand. Persoalannya adalah, Human Centric menyaratkan proses yang tidak mudah. Alhasil, yang terjadi adalah Human Centric sering menjadi jargon, namun banyak yang gagal mempraktekkan, lebih karena ketidaksabaran mengikuti proses, menganggap pesan yang dibangun tidak straight forward, keengganan berinvestasi di data-data anthropologis, melihat conversation management sebagai asesoris belaka atau menilai program-program engagement hanya sebagai event sesaat.
Thesis utama Human Centric Approach adalah meletakkan manusia dan kemanusiaan sebagai core value dalam pengembangan brand. Brand, akan ditempatkan sebagai elemen sosial, berinteraksi dalam logika sosial, dibicarakan dalam dialog sosial, disebarkan sebagai konten sosial dan dengan sendirinya akan masuk dalam relevansi sosial. Brand berkembang secara organik dan membangun dirinya sendiri dalam logika non-transaksional.
Ketika dipertemukan dengan berbagai macam consumer insights, setiap brand selalu memiliki irisan-irisan kemanusiaan, irisan-irisan itu seringkali berupa insight paling dalam yang bisa dikembangkan secara positif oleh brand, bukan hanya untuk tujuan-tujuan marketing sesaat tapi juga untuk memelihara umur brand dalam jangka waktu yang lama. 
Berikan tips atau strategi menciptakan kreativitas Branding Di era media sosial?
Sebuah data yang dirilis pada tengah tahun 2017 tentang bagaimana brand seharusnya tampil di social media menunjukkan temuan yang menarik. Publik menganggap sebuah brand adalah sosok manusia yang harus berinteraksi dalam empat sifat utama: Honest, Friendly, Helpful dan Funny!.
Sebaga sebuah clues, data sederhana itu menunjukkan media sosial adalah ruang besar pergaulan yang menempatkan brand untuk berhubungan secara intens bukan dalam rangka transaksi, tapi dalam kerangka relationship. Dan itu prinsip yang paling utama dalam kampanye di tengah-tengah maraknya crowd culture. * 

Source :
Mix Marketing Mags