Rabu, 20 Desember 2017

Pakai Sistem Skor, Cara Cina Mengontrol Warganya

Dalam hitungan mundur, dua tahun lagi, Sistem Kredit Sosial Cina (SKS) akan diterapkan.
 
tirto.id - Episode “Nosedive” dari serial Black Mirror tayang Oktober tahun lalu. Ia merupakan episode pertama dari musim ketiga, sebuah serial asal Inggris karangan Charlie Broker. Selain karena ditarik Netflix—penyedia layanan menonton streaming paling populer—ke dalam jaringan mereka, Black Mirror juga meledak karena pelintiran plotnya yang terkenal tidak biasa. Contohnya kisah Lacie (Bryce Dallas Howard) dalam “Nosedive”.

Tokoh utama adalah perempuan yang terobsesi untuk mendapatkan rating—semacam likes di Instagram. Bedanya, likes di Instagram saat ini hanya masih berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk jadi pengiklan alias endorser. Sementara rating dalam “Nosedive” akan berdampak pada skor individu Lacie, yang punya dampak besar terhadap seluruh aspek kehidupannya. Mulai dari: kemampuannya membeli apartemen, menyewa rental mobil, tempat duduk di pesawat, bahkan bilik di penjara.

Semakin tinggi skor Lacie, semakin mudah hidupnya. Maka semakin rendah skor yang ia peroleh, semakin menyedihkan pula fasilitas yang bisa ia pakai.

Saat itu, “Nosedive” sempat ramai dapat tanggapan baik. Kemiripan pola pikir hedonis Lacie dengan kebanyakan generasi saat ini yang larut dalam media sosial jadi proximity-nya. Meski di kehidupan nyata tak ada aplikasi yang benar-benar serupa seperti milik Lacie, faktanya sebagian orang merasa kritik serial itu dekat dengan situasi saat itu.

Namun, tak banyak orang tahu, Cina justru telah mengesahkan aturan serupa seperti terjadi di tempat tinggal Lacie dua tahun sebelum serial “Nosedive” hadir.

Pada 14 Juni 2014, Cina menerbitkan “Ikhtisar Rencana Pembangunan Sistem Kredit Sosial”. Isinya kurang lebih adalah tentang bagaimana negara memanfaatkan big data para warganya untuk membuat takaran kelayakan penduduknya, bukan cuma dalam mendapat kredit, tapi juga seluruh aspek hidup mereka.

Persis seperti Lacie, warga Cina nantinya juga akan berlomba menunjukkan “berperilaku baik” sesuai dengan kriteria yang ditentukan negara. Sebab, segala hal dalam kehidupan mereka bergantung dari sana. Dalam makalahnya Sistem Kredit Sosial Cina, Mirjam Meissner dari Mercator Institute for China Studies menyebut di antaranya: kelayakan menerima kredit, kelayakan menerima subsidi, akses pada pengadaan publik, kelayakan menerima investasi.

Sistem pengawasan semacam ini, dianggap oleh Rogier Creemers, seorang ahli dari Oxford University memiliki kemiripan dengan yang dilakukan para pemerintah di Jerman Timur. Hanya saja, pemerintah Cina lebih agresif. "Tujuan Jerman terbatas [dalam mengawasi warga] guna menghindari pemberontakan melawan rezim tersebut," kata Creemers dalam wawancara dengan surat kabar Belanda De Volkskrant
 
Aturan itu memang baru akan benar-benar diterapkan 2020 nanti. Namun, persiapannya sudah berjalan. Sejak 2015, sudah ada delapan perusahaan swasta yang dipilih bank sentral Cina untuk terlibat, termasuk Tencent dan Alibaba.

Data Forbes  bahkan menyebut otoritas Cina sudah mendaftarkan 44 perusahaan swasta lain untuk sistem pembayaran online bukan bank, alias Wanglian. Mereka bahkan sudah diminta melakukan clearinghouse per Juni 2018 mendatang.

Fungsinya, mereka akan mempermudah regulator memantau transaksi di tingkat mikro. Wanglian juga akan menyediakan data pelanggan mereka untuk membantu bank merekam kredit konsumennya. Dalam sistem ini juga telah terdaftar 300 bank komersial yang telah tergabung.

Tak cuma perilaku finansial warga dan perusahaan di Cina yang akan direkam pemerintah. Dalam catatan Meissner: perilaku online, rekaman kriminal, riwayat pekerjaan, laporan pengeluaran dan pajak tahunan, adalah ihwal lain yang telah direkam pemerintah Cina sejak aturan tersebut dikeluarkan.

Sampai 2020 nanti, pemerintah Cina juga akan menambahkan regulasi-regulasi tambahan untuk melancarkan program ini. Di antaranya tentang energi terbarukan, e-commerce dan aktivitas online, serta kalkulasi harga. Sementara menurut linikala kerjanya, setelah 2020, pemerintah Cina akan segera menginklusi seluruh sektor dan industri. Mereka juga akan membangun sistem monitoring real-time: untuk mengawasi kegiatan online, emisi, dan pelacakan kendaraan.

Baca juga: Benarkah Kecerdasan Buatan adalah Malapetaka?

Menurut Susan Hsu, Asisten Profesor Ekonomi di Universitas Negeri New York, Cina memang tengah membangun sistem kredit yang menembus sistem perbankan. Dengan sistem ini, orang-orang yang selama ini tak tersentuh bank juga akan terjangkau dan lebih mudah diatur serta dipantau.

Terlepas dari kontroversi sistem ini yang menuai kritik dari luar Cina, pemerintah tampaknya berhasil menggiring warganya tanpa perlawanan. Salah satu hal baik menurut Hsu adalah, “Suka atau tidak, debitur terpercaya akan terpisah dari debitur yang tak dapat dipercaya dengan cara yang jauh lebih jelas,” tulisnya di Forbes.

Tapi bukan tak punya risiko sama sekali. Meissner juga mencatat dampak akibat data pribadi yang direkam negara. Kurang lebih, hidup warga Cina nanti akan mirip hidup Lacie. Kesempatan berkarier, hingga kelayakan dapat diskon hotel, tiket transportasi, hingga rental mobil juga akan ditentukan skor yang diperoleh.

Kini, hal itu belum terlalu terasa. Setidaknya tidak bagi semua orang, sebab SKS masih regulasi yang bersifat dianjurkan. Pada 2020 nanti, semua orang di Cina akan wajib masuk dalam sistem. Dunia yang dialami Lacie akan benar-benar terjadi secara nyata, dan Cina kini sedang memulai membuat sebuah "cermin hitam" yang mengerikan.


Source : Tirto.id
Reporter: Aulia Adam
10 Desember, 2017 

Selasa, 12 Desember 2017

5 Corporate Event Ideas

https://youtu.be/yOSGvFVSHTA

Source : Event Manager Blog Linkedin

How Can Small Businesses Get Their Idea To Spread Without Big Marketing ?

Dear Small business owner, what you are wanting to spread is an idea. Marketing is not the answer you seek.

In the world of networks today your growth is all about how deeply can you make people believe in your idea and invite/ inspire them to spread it for you. This is especially true for small businesses.
This post captures the 2 (two) most important learnings while working with small business owners to spread their ideas:

#1: Build a strong narrative. (Narrative is not marketing)

The narrative about your small business is not marketing. The narrative is your belief in the value that you are creating and the perception of that value in your customer’s belief.
Remember, narratives take time and effort to build. They are possibly the most important investment you make in your brand. Once your customer believes in the value the same way that you do, you will not have to worry about churn/ business loss due to smaller/ trivial factors.
The most important factor about a narrative is consistency of message and design.

#2: How many times by design do you speak with your customers? (Increase frequency)

The most important metric going forward will be ‘number of conversations’ that lead to ‘sales’. Everything around you is a conversation. Whatsapp, Linkedin, facebook, YouTube, twitter are all conversations.
The fundamental of being human is being able to converse. Small businesses fall into the trap of big budget paid marketing. That’s marketing, not a conversation. Conversations have the advantage of getting the human sub-conscious to come forth a lot more often.

Double your sales in 2018. Go big.

 Source : Paritosh Sarma Linkedin

Manager vs Leader The difference between them and how to be both

Leadership and management must go hand in hand.
However, they are not the same thing. But they are necessarily linked, and complementary.
Any effort to separate the two is likely to cause more problems than it solves.
Still, a lot of time has been spent delineating the differences.

The manager’s job is to plan, organize and coordinate.

The leader’s job is to inspire and motivate. In his 1989 book “On Becoming a Leader,” Warren Bennis composed a list of the differences:

– The manager administers; the leader innovates.
– The manager is a copy; the leader is an original.
– The manager maintains; the leader develops.
– The manager focuses on systems and structure; the leader focuses on people.
– The manager relies on control; the leader inspires trust.
– The manager has a short-range view; the leader has a long-range perspective.
– The manager asks how and when; the leader asks what and why.
– The manager has his or her eye always on the bottom line; the leader’s eye is on the horizon.
– The manager imitates; the leader originates.
– The manager accepts the status quo; the leader challenges it.
– The manager is the classic good soldier; the leader is his or her own person.
– The manager does things right; the leader does the right thing.

Perhaps there was a time when the calling of the manager and that of the leader could be separated. A foreman in an industrial-era factory probably didn’t have to give much thought to what he was producing or to the people who were producing it. His or her job was to follow orders, organize the work, assign the right people to the necessary tasks, coordinate the results, and ensure the job got done as ordered. The focus was on efficiency.
But in the new economy, where value comes increasingly from the knowledge of people, and where workers are no longer undifferentiated cogs in an industrial machine, management and leadership are not easily separated. People look to their managers, not just to assign them a task, but to define for them a purpose. And managers must organize workers, not just to maximize efficiency, but to nurture skills, develop talent and inspire results.
The late management guru Peter Drucker was one of the first to recognize this truth, as he was to recognize so many other management truths. He identified the emergence of the “knowledge worker,” and the profound differences that would cause in the way business was organized.
With the rise of the knowledge worker, “one does not ‘manage’ people,” Mr. Drucker wrote. “The task is to lead people. And the goal is to make productive the specific strengths and knowledge of every individual.”

Source : Ed Smith ( Linkedin ).