Siapa yang tidak kenal kartu kredit? Kebanyakan orang,
terutama di kota besar di Indonesia, menggunakan kartu ini. Bahkan ada
yang memiliki 4 sampai 5 kartu. Rekornya, pada salah satu acara di
Surabaya, saya pernah bertemu peserta yang menunjukkan bahwa dia
memiliki 23 kartu kredit. Tak ada yang salah dengan itu. Selama Anda
menggunakannya dengan bijak, kartu kredit bisa menjadi sangat berguna.
Saya mencintai kartu kredit, namun ada kalanya saya bisa kesal dengan produk yang satu ini. Apalagi jika mendengar cerita dari klien atau orang di sekitar saya tentang bagaimana mereka memiliki utang kartu kredit berkepanjangan. Well, been there, done that. In my darkest moment around 3 years ago. Uang bonus tahunan saya pernah numpang lewat karena harus melunasi utang kartu kredit.
Saya tidak terlalu suka belanja. Utang itu menumpuk lebih karena ketidakpedulian saya. Saya sering lupa mengajukan klaim untuk perjalanan dinas, menjamu klien, dan tagihan telepon seluler kantor. Saya juga meremehkan jumlah bunga yang harus dibayar akibat adanya tagihan mengendap tersebut hingga akhirnya membengkak. Tak satu pun dari teman saya waktu itu yang mengerti cara kerja kartu kredit dan hampir semua orang yang saya kenal punya tagihan mengendap.
Saya tersadarkan ketika mulai mengenal perencanaan keuangan dan belajar mengenai investasi. Waktu itu bunga kartu kredit yang paling sering saya gunakan adalah 3% per bulan, maka setahun sebesar 36%. Dan saya PASTI kena bunga ini selama masih mempunyai tagihan mengendap.
Nah, ketika berinvestasi, saya menggunakan asumsi imbal hasil produk investasi, dan yang paling tinggi (agresif) yaitu 25% per tahun. Karena ini asumsi, maka tercapai atau tidaknya, tergantung pada banyak sekali faktor seperti kondisi pasar saham, keandalan manajer investasi dari produk yang digunakan, makro ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dan tentunya doa.
Namun bank penerbit kartu kredit akan tetap mengenakan bunga dan biaya lainnya walaupun saya berdoa dan memohon dengan rajin agar mereka berbaik hati melupakan tagihan saya. Sehingga, tidak ada gunanya berinvestasi bila ternyata ada kebocoran sangat besar dalam keuangan saya yaitu beban bunga kartu kredit ini.
Hingga saat ini, saya masih memiliki 3 kartu kredit. Dan berikut adalah beberapa alasan kenapa saya masih memakainya:
1. Saya tidak harus membawa uang tunai dalam jumlah besar ke mana-mana walaupun harus melakukan transaksi misalnya membeli barang elektronik atau gadget terbaru.
2. Saya bisa mendapatkan free upsize di kedai kopi langganan yang belakangan mulai terasa seperti kantor kedua.
3. Karena saya adalah karyawan yang hanya punya waktu luang pada akhir minggu, maka dapat hemat tiket nonton dengan program buy one get one free.
4. Kartu kredit bisa berfungsi sebagai alat tracking yang dapat diandalkan karena semua tagihan (listrik, telepon, televisi berlangganan), internet, telepon seluler dan belanja bulanan saya tercantum dengan jelas dalam lembar tagihan.
5. Ketika berbelanja online, kartu kredit adalah metode pembayaran yang paling efektif.
6. Penggunaan kartu kredit yang bijaksana nantinya dapat membantu saya mengajukan kredit jangka panjang seperti KPR atau KPA.
Namun seperti saya bilang, it’s a love-hate relationships, dan ini alasan saya tak suka kartu kredit:Saya mencintai kartu kredit, namun ada kalanya saya bisa kesal dengan produk yang satu ini. Apalagi jika mendengar cerita dari klien atau orang di sekitar saya tentang bagaimana mereka memiliki utang kartu kredit berkepanjangan. Well, been there, done that. In my darkest moment around 3 years ago. Uang bonus tahunan saya pernah numpang lewat karena harus melunasi utang kartu kredit.
Saya tidak terlalu suka belanja. Utang itu menumpuk lebih karena ketidakpedulian saya. Saya sering lupa mengajukan klaim untuk perjalanan dinas, menjamu klien, dan tagihan telepon seluler kantor. Saya juga meremehkan jumlah bunga yang harus dibayar akibat adanya tagihan mengendap tersebut hingga akhirnya membengkak. Tak satu pun dari teman saya waktu itu yang mengerti cara kerja kartu kredit dan hampir semua orang yang saya kenal punya tagihan mengendap.
Saya tersadarkan ketika mulai mengenal perencanaan keuangan dan belajar mengenai investasi. Waktu itu bunga kartu kredit yang paling sering saya gunakan adalah 3% per bulan, maka setahun sebesar 36%. Dan saya PASTI kena bunga ini selama masih mempunyai tagihan mengendap.
Nah, ketika berinvestasi, saya menggunakan asumsi imbal hasil produk investasi, dan yang paling tinggi (agresif) yaitu 25% per tahun. Karena ini asumsi, maka tercapai atau tidaknya, tergantung pada banyak sekali faktor seperti kondisi pasar saham, keandalan manajer investasi dari produk yang digunakan, makro ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dan tentunya doa.
Namun bank penerbit kartu kredit akan tetap mengenakan bunga dan biaya lainnya walaupun saya berdoa dan memohon dengan rajin agar mereka berbaik hati melupakan tagihan saya. Sehingga, tidak ada gunanya berinvestasi bila ternyata ada kebocoran sangat besar dalam keuangan saya yaitu beban bunga kartu kredit ini.
Hingga saat ini, saya masih memiliki 3 kartu kredit. Dan berikut adalah beberapa alasan kenapa saya masih memakainya:
1. Saya tidak harus membawa uang tunai dalam jumlah besar ke mana-mana walaupun harus melakukan transaksi misalnya membeli barang elektronik atau gadget terbaru.
2. Saya bisa mendapatkan free upsize di kedai kopi langganan yang belakangan mulai terasa seperti kantor kedua.
3. Karena saya adalah karyawan yang hanya punya waktu luang pada akhir minggu, maka dapat hemat tiket nonton dengan program buy one get one free.
4. Kartu kredit bisa berfungsi sebagai alat tracking yang dapat diandalkan karena semua tagihan (listrik, telepon, televisi berlangganan), internet, telepon seluler dan belanja bulanan saya tercantum dengan jelas dalam lembar tagihan.
5. Ketika berbelanja online, kartu kredit adalah metode pembayaran yang paling efektif.
6. Penggunaan kartu kredit yang bijaksana nantinya dapat membantu saya mengajukan kredit jangka panjang seperti KPR atau KPA.
1. Kartu kredit saya selalu membebankan biaya tahunan dan baru setuju untuk menghilangkan biaya ini kalau saya mengancam akan menutup kartu atau setuju untuk berbelanja dengan jumlah tertentu pada periode tertentu.
2. Barisan petugas call centre dengan kecepatan komunikasi ratusan kata per menit sehingga susah sekali untuk menghentikan mereka berbicara tentang pinjaman tambahan, asuransi atau tawaran lainnya.
3. Perusahaan penerbit kartu kredit sering sekali mengubah syarat dan ketentuan dan tidak pernah memastikan saya mengetahui atau mengerti perubahan tersebut. Mereka kreatif sekali melakukan inovasi produk, bundling dengan maskapai penerbangan tertentu untuk mendapatkan tiket murah, berbagai tawaran potongan harga di restoran atau merchant favorit, sehingga membutuhkan tekad ekstra keras buat saya untuk menghindari perangkap halus ini.
4. Perhitungan bunganya begitu rumit. Tidak banyak yang mengetahui bahwa bunga kartu kredit dikenakan secara harian, dan selama Anda masih punya tagihan mengendap, selama itu pula seluruh transaksi akan diikutkan dalam perhitungan bunga. Termasuk transaksi yang Anda lakukan tahun lalu.
5. Saya tidak pernah berhasil mendapatkan barang yang saya inginkan ketika melihat katalog poin rewards mereka.
6. Walaupun saya sudah menjadi nasabah mereka selama lebih dari lima tahun dan tidak pernah lupa membayar tagihan, perusahaan kartu kredit tidak pernah absen mengirimkan tagihan atau menghubungi dengan berita bahwa mereka menghapus semua utang pada bulan itu.
That’s my story. So, how’s your relationship with your credit cards?
Source :
Yasmeen Danu
Independent Financial Planner
Tidak ada komentar:
Posting Komentar