Saat menghadapi masalah tertentu tentu Anda ingin berbagi sekaligus
meminta saran dari seorang sahabat. Lalu bagaimana jika Anda tak punya
waktu untuk menemuinya atau jarak memisahkan Anda dengan sang sahabat?
Jika begitu, telepon saja sahabat Anda itu.
Sejumlah psikolog
juga menemukan bahwa menelpon teman dapat membantu seseorang menghadapi
atau mengatasi masalahnya, bahkan efek yang diberikan metode curhat via
telpon ini bisa sama besarnya dengan menemui teman secara langsung.
Kesimpulan
tersebut diperoleh tim peneliti dari Cambridge University setelah
mengamati 5.500 orang yang terlibat dalam 'terapi bicara' yang
disediakan National Health Service, Inggris untuk mengatasi depresi.
Dari hasil studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal PLoS One itu terlihat bahwa separuh partisipan memilih menemui konselor namun separuhnya lagi mengaku lebih suka diterapi lewat telepon.
Ternyata
peneliti menemukan bahwa kedua metode tersebut sama efektifnya
mengatasi depresi, kecuali bagi sekelompok kecil partisipan yang masalah
depresinya lebih parah.Terapi telepon juga dikatakan jauh lebih murah
daripada terapi face-to-face atau langsung. Terapi telepon hanya
menghabiskan 79 poundsterling (sekitar Rp 1.221.732) sedangkan terapi
langsung menghabiskan biaya 119 poundsterling (sekitar Rp 1.840.330).
Kendati begitu, kedua metode sama-sama menggunakan pendekatan cognitive behavioural therapy (CBT)
dimana setiap pasien dilatih oleh konselor untuk melihat percakapan dan
kejadian sehari-hari dengan cara yang lebih positif.
Sayangnya
di sejumlah daerah di Inggris terapi bicara ini masih terbilang mahal
dan aksesnya sulit terjangkau oleh masyarakat sehingga banyak dokter
yang tak punya pilihan lain dan terpaksa meresepkan obat-obatan
antidepresan pada penderita depresi.
"Padahal terapi telepon ini
tak hanya akan membantu individu memperoleh akses perawatan kesehatan
mental yang dibutuhkannya tetapi juga menyediakan metode pengobatan yang
biayanya paling efektif di saat semua orang mengkhawatirkan biaya
pengobatan ini," terang Profesor Peter Jones dari departemen psikiatri
Cambridge University yang juga memimpin studi ini seperti dilansir dari telegraph,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar